Page 195 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 195
172 FX. Sumarja
yang berstatus sebagai pengguna akhir.
Berdasarkan adanya ketentuan PPJB seperti uraian di atas, akan
dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu termasuk orang asing untuk
mencari keuntungan sebesar-besarnya dari benda yang disebut
tanah. Padahal telah diingatkan oleh pembentuk UUPA bahwa
tanah bukanlah barang dagangan dan tanah tidak boleh dijadikan
objek perniagaan.
Dikemukakan juga oleh John Locke dan Paus Yohanes Paulus
45
II dalam Laborem Exercens, bahwa yang bernilai adalah kerja bukan
modal (tanah). Artinya yang bisa menghasilkan itu adalah kerja di
46
atas tanah, bukan tanahnya itu sendiri. Tidaklah sah jika memiliki
hak atas tanah digunakan untuk mendapatkan keuntungan yang
tidak merupakan perluasan kerja atau pengembangan kemaslahatan
masyarakat. 47
Selain uraian di atas dalam hukum adat dan hukum Islam dikenal
empat ciri penguasaan tanah yaitu: tidak mengenal kepemilikan
mutlak, bersifat inklusif, larangan memperjual belikan tanah, serta
lebih dihargainya manusia dan kerjanya dibanding sumberdaya
tanah. Demikian, menurut para filosof, para ahli hukum,
48
hukum agama, hukum adat ataupun UUPA sendiri mengakui dan
mengajarkan bahwa yang lebih berharga adalah kerja manusia di
bandingkan dengan tanah. Kegiatan di atas tanahlah yang berharga
dibanding tanahnya itu sendiri.
45 Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah..., Op. Cit., hlm.139.
46 Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan Perdamaian, Kompendium
Ajaran Sosial Gereja, Maumere: Ledalero, 2009, hlm. 198-201.
47 Bandingkan dengan Yohanes Paulus II, Ensiklik Centicimus Annus,
1991 dalam Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan Perdamaian,
Kompendium...., Ibid., hlm. 196.
48 Syahyuti, “Nilai-nilai Kearifan Pada Konsep Penguasaan Tanah Menurut
Hukum Adat di Indonesia”, dalam Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi,
Volume 24 No 1, Juli 2006., hlm. 26.