Page 193 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 193
170 FX. Sumarja
terdapat dalam Lampiran Kepmenpera No.9/KPTS/M/1995 angka
IX, yaitu Akta Jual Beli harus ditanda-tangani oleh penjual dan
pembeli jika rumah telah selesai dibangun dan siap dihuni, pembeli
sudah membayar lunas harga dan kewajiban lain, dan sertifikat hak
atas tanah sudah terbit atas nama penjual. Keharusan tersebut
dimaksudkan agar hak atas tanahnya dapat segera beralih kepada
pihak pembeli sebagai pemilik baru.
Lebih lanjut ketentuan yang membuka ruang bagi pemesan
dan/atau pembeli yang belum menjadi pemilik untuk menjual
kembali atau sebelum dibuatkan Akta Jual Beli terdapat dalam
Lampiran Kepmenpera No.11/KPTS/ 1994 angka III butir 5.4.4)
dan 5) untuk Rumah Susun dan Lampiran Kepmenpera No.9/
KPTS/M/1995 angka VIII, yaitu :
“...sebelum lunasnya pembayaran atas harga jual Satuan
Rumah Susun yang dibelinya, pemesan tidak dapat
mengalihkan atau menjadikannya sebagai jaminan utang
tanpa persetujuan tertulis dari Perusahaan Pembangunan
Perumahan”.
“Selama belum dilaksanakannya jual beli di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah, tanpa persetujuan tertulis dari pihak
penjual, pihak pembeli tidak dibenarkan untuk mengalihkan
tanah dan bangunan rumah kepada pihak ketiga. Penjual
dapat menyetujui secara tertulis kepada pembeli untuk
mengalihkannya apabila pembeli bersedia membayar biaya
administrasi sebesar 2,5% dari harga jual pada transaksi yang
berlangsung”.
Ketentuan di atas tampak jelas sekali adanya ruang untuk
mengkomoditaskan hak yang terkait dengan tanah. Memang benar
yang dijadikan objek perjanjian bukan hak atas tanahnya secara
langsung, tetapi secara tidak langsung jelas terkait dengan tanahnya.
Pembeli atau pemesan terbuka ruang untuk menjual kembali kepada
pihak lain dan seterusnya dengan syarat, yaitu: