Page 225 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 225
202 FX. Sumarja
secara mendadak dibandingkan dengan koperasi dan lembaga
keuangan lainnya. Padahal di dalam Pasal 10 ayat (3) jo. Pasal 24
UUPA dengan tegas ditentukan bahwa kewajiban mengerjakan atau
mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif dapat dikecualikan
asalkan diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Artinya hak-hak atas tanah yang bersifat sementara itu juga
diberikan ruang, sehingga lahirlah UU No. 2 Tahun 1960 tentang
Perjanjian Bagi Hasil, juga UU No. 56 Prp. Tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian, khusus Pasal 7 yang mengatur
penyelesaian Gadai Tanah Pertanian, juga UU persewaan, yaitu
UU No. 38 Prp Tahun 1960 tentang Penggunaan dan Penetapan
Luas Tanah untuk Tanaman-Tanaman Tertentu, yang telah diubah
dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 1964. UU tersebut sangat
menjunjung semangat kebersamaan, tentunya berbeda dengan
semangat peraturan yang memungkinkan pemegang hak guna usaha
menyerahkan penggunaan tanahnya kepada pihak ketiga, dengan
mengedepankan visi ekonomis.
Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (3) UUPA dengan berdalih
mengejar pertumbuhan ekonomi dan menarik investor asing
pemerintah membuka peluang lebar terhadap pemodal asing untuk
dapat memanfaatkan HGU yang dipegang oleh badan hukum
dalam negeri. Keppres No. 23 Tahun 1980 tentang Pemanfaatan
Tanah Hak Guna Usaha Dan Hak Guna Bangunan Untuk Usaha
Patungan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, lahir untuk
memfasilitasi pemodal asing memanfaatkan HGU yang dimiliki oleh
badan hukum Indonesia. Pasal 2 ayat (1) dan (2) Keppres tersebut
mengatur bahwa HGU dan HGB hanya dapat diberikan kepada
badan hukum Indonesia yang bermodal nasional, yang kemudian
diserah-pakaikan kepada usaha patungan melalui perjanjian Serah
Pakai tanah sebagai bagian dari Perjanjian Dasar Usaha patungan.
Melalui usaha patungan, badan hukum bermodal asing dapat