Page 160 - REFORMA AGRARIA EKOLOGIS
P. 160
d. Keragaman Kelas
Data ketimpangan tanah nasional yang diuraikan pada bab
sebelumnya menyiratkan fakta terdapat kelompok ekonomi
kuat dan lemah dalam struktur sosial Indonesia.
Perpres No 62 Tahun 2023 secara normatif memprioritaskan
kelompok ekonomi lemah, namun instrumen lapangan
justru sebaliknya, misalnya pembatasan kuota SRA tuna
kisma maksimal 10 % , padahal telah disebutkan Penataan
Akses dapat ditempuh melalui skema II dan skema III.
Pemodelan berdasarkan hasil pemetaan sosial, sedangkan
pemetaan sosial memprioritaskan SRA dengan hak milik
tanah dibandingkan SRA tuna kisma. Dengan demikian,
pemodelan yang ditawarkan bias kelas berpunya dan
cenderung mengabaikan jantung persoalan Reforma Agraria
yaitu ketimpangan yang hendak dikurangi. Instrumen
lapangan belum mengakomodasi keragaman kelas sosial
ekonomi SRA.
e. Pendekatan Penyelesaian Persoalan (Problem Solving)
Pendekatan Penataan Akses yang berlangsung sejak 2021
menggunakan pendekatan komoditas, hal ini tampak dari
pertanyaan utama pengambil keputusan dalam menentukan
lokasi: apa produk yang dihasilkan SRA di calon lokasi? Lalu
penataan akses diposisikan menjawab persoalan: Bagaimana
memajukan lokasi dengan cara meningkatkan nilai jual
produk atau serapan pasar melalui pemberdayaan di bidang
ekonomi? Kedua pertanyaan ini masih lebih baik daripada:
Apa saja keunggulan lokasi yang bisa dikembangkan?
Pendekatan komoditas bersifat parsial dan partikular,
sementara ada kebutuhan untuk mendekatkan Penataan
Akses dengan tujuan-tujuan Reforma Agraria yang sudah
tersebut dalam definisi Reforma Agraria atau TAP MPR RI
No IX Tahun 2001 sebagai payung hukum.
Mengapa ada kesenjangan antara paradigma pelaksana
Reforma Agraria dengan paradigma Reforma Agraria dan
peraturan perundangan yang mengatur tentangnya?
BAB IV 145
Evaluasi dan Rekomendasi