Page 40 - REFORMA AGRARIA EKOLOGIS
P. 40
menurut John Pemberton (2003), Jawa diimajinasikan
oleh Orde Baru sebagai budaya keraton di Jawa Tengah,
lengkap dengan kulturnya yang menuntut kepatuhan
mutlak.
3. Reforma Agraria era B.J. Habibie (1998-1999).
Pemerintahan B.J Habibie mencoba menghidupkan kembali
Reforma Agraria melalui berbagai kebijakan, antara lain 1)
Mengakomodasi tuntutan Reforma Agraria yang dibekukan
selama era Soeharto (Rachman 2012); 2) Penerbitan Kepres No 48
Tahun 1999 tentang Tim Pengkaji Kebijaksanaan dan Peraturan
Perundang-undangan dalam Rangka Pelaksanaan Landreform,
yang dimandatkan kepada Menteri Kehakiman (Muladi) dan
Menteri Negara Agraria (Hasan Basri Duri); 3) Melahirkan
rekomendasi terkait Reforma Agraria berupa penyelesaian
tumpang tindih hukum terkait UUPA dan peninjauan kembali
peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan
SDA selama era Soeharto, karena selama era tersebut
UUPA dipertahankan untuk tidak dilaksanakan amanatnya
(Soemardjono et al. 2011). Peraturan Perundang-undangan dalam
Rangka Pelaksanaan Landreform tidak sempat mewujud menjadi
regulasi karena pemerintahan B.J. Habibie segera berakhir.
4. Reforma Agraria era Abdurrahman Wahid dan Megawati (1999-
2004)
Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-Juli 2001) mendorong
landreform masuk dalam kerja BPN dan menginisiasi Penataan
Agraria Kelautan sebagai poros ekonomi maritim (Darmawan
2022). Hasil kerja Tim Pengkaji Kebijaksanaan dan Peraturan
Perundang-undangan dalam Rangka Pelaksanaan Landreform
tidak sempat mewujud menjadi regulasi karena usia pemerintahan
yang singkat.
Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (Juli 2001-2004) cukup
berhasil membuka kesempatan untuk perubahan dengan
penerbitan TAP MPR RI No IX Tahun 2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolan Sumber Daya Alam (disahkan 9
November 2001), yang menguatkan agenda-agenda UUPA dan
BAB II 25
Reforma Agraria Ekologis: Upaya Mempertemukan Keadilan Sosial dan Lingkungan