Page 25 - Mewujudkan Indonesia Emas 2045
P. 25
pelepasan tanahnya diperlukan untuk memetakan pihak yang perlu
memenuhi kewajiban pengalokasian 20% dari kepemilikan tanahnya
yang telah dilepaskan dari kawasan hutan untuk perkebunan.
Dian Amalina menyatakan bahwa tidak terintegrasinya data akan
menyulitkan kerja sama antara Kementerian LHK dan Kementerian
ATR/BPN yang berakibat pada tindak kunjung ditindaklanjutinya
TORA yang bersumber dari alokasi 20% pelepasan kawasan hutan
untuk perkebunan (komunikasi pribadi, September 2023). Misalnya,
untuk dapat menindaklanjuti hasil pelepasan kawasan hutan, ATR/
BPN memerlukan peta, data tanah yang dilepaskan, dan nama
perusahaan yang berkewajiban mengalokasikan 20% tanah untuk
perkebunan. Dalam hal ini, Kementerian LHK memiliki tanggung
jawab untuk menyediakan basis data terkait dengan pelepasan
kawasan hutan. Pengintegrasian data di atas sangat penting untuk
membangun kerja sama lintas sektor dalam pengelolaan sumber
TORA yang akan diredistribusikan kepada masyarakat. Dengan
demikian, tidak hanya regulasi berkaitan dengan mekanisme dan
kewenangan untuk mengambil alokasi 20% dari pelepasan kawasan
hutan yang perlu ditetapkan, tetapi kesiapan data terintegrasi juga
diperlukan untuk memperlancar proses redistribusi TORA.
Ketiga, Kementerian ATR/BPN dan Kementerian LHK sebagai
lembaga yang menjalankan Reformasi Agraria tidak memiliki
kesepahaman mengenai objek TORA yang diklaim telah dikeluarkan
dari kawasan hutan. Kedua lembaga ini memiliki perbedaan
pandangan dalam memahami pencadangan dan pelepasan kawasan
hutan sehingga berimbas pada macetnya pelaksanaan program
pelepasan tanah kawasan hutan. Menurut ATR/BPN (Salim, dkk,
1
2019, 121), SK peta indikatif yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK
1 Pelepasan kawasan hutan menurut Pasal 1 Ayat (9) Permen LHK 17 Tahun 2018 tentang Tata
Cara Pelepasan Kawasan Hutan dan Perubahan Tata Batas Kawaan Hutan untuk Sumber
Tanah Objek Reforma Agraria didefinisikan sebagai perubahan peruntukan kawasan HPK
(Hutan Produksi yang dapat di-Konversi) menjadi bukan kawasan hutan.
8 Mewujudkan Indonesia Emas 2045 Melalui Kebijakan Pertanahan
yang Modern, Berkelanjutan dan Berkontribusi untuk Kesejahteraan Masyarakat