Page 28 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 28

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

              awal abad ini ditunjukan pula oleh merosotnya nilai tukar
              produksi pertanian terhadap hasil industri. Para petani di
              pedesaan pada tahun 1939 harus membayar dua setengah
              kali lipat hasil bumi mereka untuk memperoleh barang
              hasil industri dibandingkan pada tahun 1913. 21
                  Dalam masa-masa sulit selama periode krisis, mayo-
              ritas kaum tani di pedesaan meresponsnya dengan meng-
              alihkan pola makanannya. Dalam laporan dokter-dokter
              pemerintah kolonial selama tahun 1934, diberitakan bah-
              wa rakyat di daerah kabupaten Purwokerto, Banyumas,
              Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap dan Karanganyar
              memakan makanan lain sebagai pengganti beras seperti
              gaber (limbah ubi kayu yang merupakan makanan babi);
              gelang (sagu dari pohon enau yang merupakan makanan
              itik); bonggol (bagian bawah batang pisang sebagai ma-
              kanan babi); tancang atau tanaman enceng gondok, tlan-
              cang (keong kecil yang ditumbuk) dan dedeg (dedak padi
              sebagai makanan kuda). Laporan tersebut menunjukan
              masih banyak jenis makanan lain yang dimakan oleh
              kaum tani yang pada akhirnya banyak menyebabkan
              kematian karena keracunan pangan. 22




              MEMBURUKNYA HUBUNGAN AGRARIS
              DAN DIFERENSIASI SOSIAL


              Seiring perkembangan kapitalisme dan meningkatnya
              komersialisasi di pedesaan, kontradiksi dalam sistem
              penggarapan meningkat tajam dengan semakin membu-
              ruknya hubungan-hubungan agraris di pedesaan. Uraian
              21. Ibid., hal. 114.
              22. Ibid., hal. 45.

                                        22
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33