Page 98 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 98
TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH
mengkomandoi para pemuda untuk menyerbu para petani
penggarap dalam pertemuan tersebut dengan pentungan
dan tongkat. 28
Konflik serupa yang timbul akibat proses pelaksanaan
landreform terjadi pula di kecamatan Losari, Cirebon.
Menurut pernyataan DPP BTI tentang konflik ini, di desa
Kalirahaju Tawangsari, Kecamatan Losari Cirebon terda-
pat “tanah tambak kelebihan dari batas maksimum jang
ditetapkan oleh Undang-Undang No. 50 Prp/1960, tidak
kurang dari 192 bouw milik beberapa tuan tanah yang
bertempat tinggal di daerah Brebes yang digelapkan”. BTI
menyatakan bahwa tanah itu merupakan tanah kelebihan
milik guntai (absentee) dan digelapkan, karena seharus-
nya tanah itu dikuasai oleh negara untuk diredistribu-
sikan. Salah seorang dari tuan tanah bernama HA ber-
tempat tinggal di Pangaben (Brebes). Di daerah Jawa
Tengah sendiri HA memiliki tanah tidak kurang dari
32,552 ha. Di Kalirahaju, menurut DPP BTI HA memiliki
21,5 hektar tanah. Panitia Landreform tingkat II Cirebon
atas dasar surat Panitia Landreform Brebes, telah meng-
instruksikan kepada Panitia Landreform Losari agar
selambat-lambatnya tanggal 11 November 1964 sudah
menguasai tanah lebih bekas milik HA itu dan meng-
usulkan daftar kaum tani yang akan menerima redis-
tribusi tanah lebih itu.
Namun, pada tanggal 28 November 1964, Mansur
Kuwo, Ketua Panitia Landrefrom kelurahan yang menu-
rut BTI dikenal sebagai bekas anggota partai terlarang
Masjumi, mengeluarkan pernyataan bahwa tanah lebih
seluas 10,238 hektar itu sudah dijual kepada 3 orang
28. Aminudin Kasim. Ibid., hal. 330-347.
92

