Page 222 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 222

Kondisi dan Perubahan Agraria Desa Ngandagan ...
                   Adapun status tanah kulian itu sendiri bisa berada
               dalam 3 kondisi: sebagai eerfelijke individueel bezitrecht (hak
               milik individu yang bisa diwariskan secara turun-
               temurun); tanah desa yang penerimaannya dilakukan
               secara berurutan dengan diatur oleh desa; atau bisa juga
               dianggap sebagai tanah gogolan yang penguasaannya
               diatur secara komunal melalui mekanisme undian atau
               giliran. Tanah kulian yang ada di Ngandagan dapat di-
               anggap sebagai tanah berstatus  eerfelijke individueel
               bezitrecht yang sebagian darinya ada hak orang lain yang
               pengaturannya diserahkan kepada desa. Sebagian tanah
               darinya inilah yang dianggap sebagai “hak komunal”
               yang dapat disebut sebagai “tanah yang bisa kembali ke
               desa” ataupun “tanah gogolan”.
                   Menurut catatan statistik pertanian (Landbouw Atlas)
               tahun 1926, pada tahun 1920 rata-rata luas tanah per-
               tanian rakyat di Purworejo adalah 0,23 bau (1 bau = 0,7
               ha) yang terdiri dari 0,08 sawah dan 0,15 lahan kering. 7
               Jika petani gurem adalah mereka yang memiliki tanah
               kurang dari 0,5 hektar, maka bisa dikatakan bahwa rata-
               rata penduduk Purworejo adalah petani gurem. Meski
               demikian, bukan berarti di dalam masyarakat dengan
               penguasaan tanah yang sempit itu tidak terdapat dife-
               rensiasi dalam skala tertentu (kecil).
                   Di Ngandagan pada masa Soemotirto, telah dikenal



                   7  Ibid., hlm.  365.

                                                             201
   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227