Page 227 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 227

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            problem dan kondisi (dalam hal ini status tanah buruhan)
            tidak diketahui dan dipahami dengan baik.
            Pensertipikasian baru bisa dilakukan jika status kepe-
            milikan tanah bisa diketahui. Inilah problem yang masih
            disisakan tatkala UUPA 1960 yang bertujuan hendak
            mengakhiri dualisme hukum di Indonesia tidak dilak-
            sanakan oleh rezim Orde Baru.
                Potensi konflik lainnya bisa muncul dari ketim-
            pangan penguasaan atas tanah tegalan sitenan yang ada
            di Karangturi. Ketimpangannya cukup tajam. Sebagai-
            mana diuraikan dalam bab terdahulu pula, tanah tegalan
            ini dikuasai oleh 49 orang dengan luas penguasaan ter-
            besar seluas 500 ubin dan terkecil seluas 2 ubin. Hampir
            tidak ada penduduk Krajan yang menguasai tanah
            sitenan itu. Jika tanah ini bisa dinyatakan sebagai tanah
            abseente yang telah ditinggalkan pemiliknya lebih dari 20
            tahun, maka ia bisa ditingkatkan menjadi hak milik yang
            bersertipikat. Sebelum naik ke proses itu, tanah ini dapat
            dipertimbangkan menjadi tanah komunal atau tanah
            desa yang penguasaannya dapat diatur secara bergilir,
            berurutan, dengan prinsip memberi jaminan pada buruh
            tani atau petani tanpa lahan. Saran ini sekaligus
            mensyaratkan adanya kepemimpinan desa yang kuat
            serta dukungan yang kuat pula dari rakyat. Inilah syarat
            terjadinya landreform sejati yang  mendapat dongkrakan
            dari bawah (by  leverage) dan  political will dari atas.
            Pembenahan atas pengurusan sumber daya agraria


            206
   222   223   224   225   226   227   228   229   230   231   232