Page 225 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 225

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            periode Orde Baru. Semula sawah buruhan adalah tanah
            kulian (milik pribadi) yang secara adat sebagian darinya
            dapat diberikan hak garapnya kepada orang lain dengan
            kompensasi tertentu. Soemotirto pada tahun 1947 mela-
            kukan redistribusi (kembali) tanah buruhan untuk mem-
            perluas jaminan akses atas tanah pada rumah tangga
            tani. Pemberian ini masih berupa hak garap. Dengan
            keluarnya UUPA 1960 hak garap ini mestinya beralih
            menjadi hal milik si penggarap. Sebagaimana dinyata-
            kan secara tegas oleh Presiden Soekarno dalam pidato-
            nya berjudul “Laksana Malaekat Jang Menjerbu dari
            Langit: Djalannya Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agus-
            tus 1960. Dinyatakan bahwa landreform bertujuan meng-
            akhiri hak-hak asing dan konsesi kolonial atas tanah,
            mengakhiri penghisapan feodal, serta memperkuat dan
            memperluas pemilikan tanah terutama untuk kaum tani.
            Penguatan hak atas tanah bagi petani ini tercermin dari
            adanya pembatasan luas maksimum dan minimum,
            prinsip “tanah untuk penggarap”, dan dapat beralihnya
            tanah komunal (bagian dari desa) yang sedang dikuasai
            menjadi tanah hak milik. Secara eksplisit ini disebutkan
            dalam UUPA 1960 pada bagian ketentuan-ketentuan kon-
            versi pasal 7, “Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang
            bersifat tetap yang ada pada mulai berlakunya Undang-
            undang ini menjadi hak milik....”.
                Jika logika UUPA di atas diikuti dan dilaksanakan,
            maka hak garap sawah buruhan beralih menjadi hak milik


            204
   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230