Page 430 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 430
GERAKAN AGRARIA TRANSNASIONAL
tanah milik swasta besar dan menuntut redistribusi (McVey
1965; Lyon 1970;Mortimer 1972). Pada tahun 1965, ketika
militer dipimpin oleh Jenderal Suharto, dia merebut
kekuasaan dengan kekerasan, semua pihak kiri dan partai
yang berhaluan kiri, asosiasi dan organisasi didiskrimi-
nalisasi dan dilarang. Ratusan ribu petani dan petani yang
diduga menjadi pendukung PKI dan afiliasinya, termasuk
BTI, dibunuh (Mortimer 1972; Cribb 1990).
Kekerasan tersebut merupakan saat-saat kritis dari
akumulasi sederhana yang didukung semua tahap lebih
lanjut dari perkembangan kapitalis dan bentuk-bentuk
negara, perusahaan dan kumpulan akumulasi swasta di
Indonesia (Farid 2005). Selain itu, pembantaian tersebut
menjadikan gerakan sosial pedesaan dan agenda reforma
agraria tinggal sejarah; mereka benar-benar berhenti dari
beroperasi dalam bentuk yang ada sebelumnya. Transfor-
masi Agraria selama Orde Baru umumnya berupa penca-
butan hak milik tanah dalam skala-besar oleh lembaga
pemerintah pusat dan kapitalis korporasi atau kroninya
(Aditjondro 1993; Fauzi 1999).
Dulu, pada waktu pemerintahan presiden pertama
Indonesia, Sukarno, sebenarnya Undang-Undang Pokok
Agraria Tahun 1960 dibuat untuk menyingkirkan hukum
pluralisme hak pengusaan atas tanah berdasarkan pada
kategori ras atau adat dan mendirikan hukum tunggal tanah
yang mewakili sebuah bentuk “klasik” dari undang-undang
agraria pada saat itu. Hal itu mempromosikan tanah-tanah
milik swasta berdasarkan kualitas dan lokasi tanah (dengan
tingkatan yang berbeda untuk lahan sawah irigasi dan lahan
kering atau dataran tinggi), tetapi setelah kekerasan agraria
besar-besaran dan Soeharto naik berkuasa, hukum prinsip-
prinsip reforma agraria tersebut sebagian besar diabaikan,
meskipun diatas kertas tetap disebut-sebut.
Berbagai program agraria pro-kapitalis mulai dilak-
sanakan, termasuk program “revolusi hijau” pada produksi
416

