Page 431 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 431
Mengklaim Tanah Untuk Reformasi Gerakan Agraria
padi dan jagung, eksploitasi pertambangan dan eksploitasi
hutan, serta usaha perkebunan besar oleh perusahaan
swasta dan Negara (Fauzi 1999; Husken dan White 1989).
Semua program ini terikat dengan sumber modal global
dan didukung oleh militer-birokrasi-otoriterisasi negara
yang dijalankan oleh rezim Suharto. Dibeberapa kasus, se-
perti kehutanan dan sektor pertambangan, Indonesia mulai
masuk dalam pembangunan kapitalisme Negara (Mortimer
1973; Robison 1986; Barr 1997). Negara yang kuat harus
diciptakan untuk menjamin stabilitas politik dan agar tetap
memegang kontrol penuh pengendalian.
Di daerah dataran tinggi di Jawa dan pada hal yang
lebih luas, hutan yang banyak di “Pulau Luar” seperti
Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan, Institusi Kehutanan
dan Industri perkebunan dari Perusahaan dan Negara
memusatkan kekuatan eksploitasinya (Barr 1997). Kebi-
jakan “Sektoral” atau undang-undang manajemen sumber
daya alam tentang kehutanan, pertambangan dan pembe-
basan tanah untuk proyek-proyek pembangunan yang
diundangkan di bawah Orde Baru pada tahun 1967 secara
radikal memusatkan manajemen sumber daya dan me-
lampirkan pentingnya sistem dari lahan untuk hutan
cadangan dan industri pertanian, untuk dikelola oleh
badan-badan pemerintah di bawah berbagai pengaturan
keuangan. Selain itu, undang-undang sumber daya alam
ini tidak mengakui UU Pokok Agraria sebagai salah satu
prinsip hukum yang mendahuluinya, Sebagai gantinya
semua itu dikembalikan ke sebuah klausul di dalam
konstitusi nasional dimana Negara memiliki kedaulatan
atas “wilayah nasional dan seluruh tanah dan sumber daya
didalamnya” (Moniaga 1997; Zerner 1992). Undang-
undang ini meliputi sekitar 70 persen dari tanah negara
sebagai “hutan politik” nasional (zona hutan selamanya
dan dipelihara oleh penjaga hutan negara yang profesional)
417

