Page 432 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 432
GERAKAN AGRARIA TRANSNASIONAL
dan memperkuat hukum kehutanan untuk Jawa dan
Madura, yang telah ada sejak masa kolonial. UU
Kehutanan no. 5/1967 secara khusus merupakan usaha
untuk membangun agar agraria dan lingkungan hutan
secara legal, kelembagaan menjadi ruang terpisah secara
konseptual (Peluso dan Vandergeest 2001). Di dalam dan
luar Jawa, lembaga manajemen sumber daya berbasis
negara ini memiliki tingkatan dan wilayah hukum teritorial
sendiri yang tidak bergabung dengan teritori dan otoritas
administrasi sipil dan terpisah dari daerah perkotaan dan
pertanian di bawah Badan Pertanahan Nasional (BPN)
(Peluso 1992; Afiff et al. 2005). Undang-undang ini
mengiringi dan memfasilitasi perubahan kritis yang
mengubah politik perekonomian Indonesia, struktur dan
persepsi pedesaan, serta konteks politik ekologi di mana
gerakan agraria selanjutnya akan terus berlangsung
(Robison 1986; Barber et al. 1995; Dauvergne 1994).
Di bawah Orde Baru, kelembagaan dan kendali
hukum kontrol disertai oleh ‘de-politisasi “, terutama
terhadap penduduk pedesaan (Mortimer 1972;Mas’oed
1983; Robison 1986). Organisasi petani independen dipaksa
bergabung dengan organisasi pengganti yaitu HKTI
(Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), sebuah organisasi
yang dikelola oleh militer atau pejabat pemerintah dan
secara resmi berafiliasi dengan Golkar, partai negara yang
berkuasa (Hikam 1995). Hukuman kekerasan dan
penahanan dijatuhkan pada siapapun yang menolak untuk
bergabung dengan organisasi ini.
Sampai tahun 1980-an, Orde Baru berhasil mem-
pertahankan kekuasaan yang sangat besar dan kontrol yang
kuat dimana protes pedesaan hampir tidak didengar. Koalisi
aktivis dari pedesaan dan perkotaan-NGO, mahasiswa dan
para pemimpin lokal - mulai memberontak dari ceng-
kraman negara di awal 1990-an (Lucas dan Warren 2000,
418

