Page 437 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 437
Mengklaim Tanah Untuk Reformasi Gerakan Agraria
perusahaan ekstraktif bisa dibahas. Lebih lanjut, konteks
politik membuatnya penting bagi mereka untuk memiliki
hubungan dengan badan pemerintah.
Jadi, strategi aktor transnasional dan kendala praktis
NGO yang bekerja dalam waktu pemerintahan otoriter
Soeharto, sebenarnya membantu menempa hubungan
antara pendukung lingkungan internasional, pendukung
lingkungan pemerintah dan non-pemerintah - baik mereka
yang berada pada jalur keadilan lingkungan dan mereka
yang lebih konsen pada kebijakan konservasi. Koneksi yang
dekat antara aktivis gerakan lingkungan yang bekerja di
bidang hukum tingkat nasional dan lokal dikuatkan melalui
koneksi advokasi keadilan dengan YLBHI (Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), yang juga bekerja
di berbagai skala, bekerjasama dengan NGO dan aktivis
mahasiswa serta kelompok bantuan hukum transnasional.
Momen yang sangat jelas dari hubungan mereka terjadi
pada tahun 1989 ketika anggota dari YLBHI menjadi
kepala presidium WALHI. Di berbagai hal, YLBHI
didukung oleh NOVIB (LSM donor dari Belanda) dan
CIDA (Bantuan Kanada).
Sebuah momen yang menentukan terjadi cukup dini
dalam kolaborasi ini, sesuatu yang kemudian menjelaskan
perbedaan dalam gerakan lingkungan dan peluang untuk
aliansi antara keadilan lingkungan dan aktivis agraria.
Momen ‘ikonik’ ini didasari saat maraknya mobilisasi ak-
tivis menentang proyek Kedung Ombo, sebuah proyek ben-
dungan bantuan World Bank di Jawa Tengah. Berlangsung
lebih dari lima tahun, dan akhirnya gagal, -seperti
Kampanye anti bendungan Narmada di India-(Baviskar
1995), mobilisasi ini bertujuan untuk mencegah peneng-
gelaman sepetak besar pedesaan di Jawa Tengah, gerakan
itu penting untuk melihat bagaimana menggerakkan aktivis
yang berbeda latar, sekaligus menunjukkan persamaan dan
potensi aliansi di masa mendatang. Untuk kelompok
423

