Page 440 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 440

GERAKAN AGRARIA TRANSNASIONAL

            pada perlawanan terhadap pengembangan dan wacana
            lingkungan negara dan perluasan konservasi hijau dunia.
            Mereka berbeda dari aktivis agraria dan petani di Jawa dan
            Bali dan sebagian Sumatera yang ingin merebut kembali
            tanah yang hilang yang disebabkan pengambilalihan oleh
            pemerintah dan perusahaan yang jarang berbicara tentang
            lingkungan hidup. 188
                 Masyarakat Adat telah menjadi peserta penting dalam
            awal perjuangan keadilan lingkungan, sebagian dikarena-
            kan mereka biasanya mewakili sebagai pemilik adat yang
            ramah lingkungan. Ini bermanfaat dalam beberapa hal,
            namun tidak dalam hal lainnya: definisi organisasi nasional
            mereka adalah AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusan-
            tara) memutuskan bahwa untuk Masyarakat Adat secara
            jelas didasarkan pada definisi antropologi dari ‘suku’,
            dengan segala pembawaan positif dan negatif yang terkait
            dengan label tersebut (Tsing 1999; Li 2001). Mereka, bagai-
            manapun juga, merupakan pertanda masa depan: NGO
            yang bekerja dengan mereka berusaha melegitimasi klaim
            teritorial mereka dengan mengaitkan praktik agraria
            mereka pada tujuan lingkungan yang keberlanjutan.
                 Selain itu, sejarah mereka cukup berbeda dengan
            petani yang terlibat dalam perjuangan agraria selama tahun
            1950-an dan 1960-an di Jawa, Bali dan sebagian di Suma-
            tera seperti yang disebutkan di atas. Pada saat itu, kelompok



            188  Lihat, misalnya, Fidro dan Fauzi (1998) yang menganalisis 29 kasus
               sengketa tanah di bawah Orde Baru dan membuat  saran yang praktis
               dan strategis saran untuk memajukan gerakan agraria  baru lahir
               (masih bawahytanah). Tidak ada dalam tulisan-tulisan ini yang
               menyarankan sebuah sensitivitas untuk potensi strategis dalam
               wacana lingkungan wacana, kecuali makalah oleh Aditjondro, yang
               berpendapat bahwa ekonomi kemasyrakatan sebaiknya adalah
               ‘diversifikasi tanaman/polikultur’ yang lebih ramah lingkungan
               daripada perkebunan monokultur yang dipaksakan. Saat itu hal  ini
               belum menjadi ide pemersatu untuk kelompok pendukung agraria.


            426
   435   436   437   438   439   440   441   442   443   444   445