Page 445 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 445
Mengklaim Tanah Untuk Reformasi Gerakan Agraria
tahun 1965. Lebih-lebih, saat ini, pemilik tanah terbesar
yang harus mereka tentang adalah negara itu sendiri:
Kekuatan Departemen Kehutanan yang kini mengendali-
kan sekitar dua-pertiga dari tanah negara. Pada saat yang
sama, di bawah payung desentralisasi, tingkat pemerintah
kabupaten - anggota parlemen, bupati dan lembaga biro-
krasi kabupaten sektoral - telah mendapatkan kewenangan
dan kekuasaan administrasi yang lebih. Beberapa dari
mereka bersedia untuk mendukung organisasi-agraria yang
baru berseru untuk reforma agraria.
Secara kritis, walaupun demikian, kebangkitan kem-
bali gerakan-gerakan agraria ini sudah masuk kedalam
konteks politik yang telah dibentuk kembali oleh agenda
dan gerakan lingkungan yang mulai mempengaruhi alokasi
dan pengelolaan lahan Indonesia di tahun 1980-an. Inves-
tasi besar-besaran di pengolahan hutan Indonesia setelah
tahun 1970 diparalel beberapa tahun kemudian oleh
meningkatnya aktivitas gerakan lingkungan internasional.
Sementara gerakan ini tidak benar-benar mengambil bentuk
organisasi di Indonesia sampai awal 1980-an, dampaknya
sudah dirasakan ketika FAO mengadakan Kongres Kehu-
tanan tahunan di Indonesia pada tahun 1978 dengan tema,
“Forest for People”. Pertemuan ini meramalkan masa de-
pan perjuangan, sebagaimana bentuk-bentuk baru kekuatan
teritorial lingkungan sedang dibayangkan dan direalisasikan
melalui pekerjaan para pengelola kehutanan profesional
dan ilmuwan ekologi lainnya, serta oleh NGO keadilan
lingkungan yang mulai berkembang. Pada saat gerakan pro-
masyarakat miskin agraria muncul kembali ke publik di
Indonesia pada akhir 1990-an, wacana lingkungan hidup
telah mengubah bidang politik lokal dan nasional, serta
arena hukum dan kebijakan internasional, aktivisme dan
otoritas moral. Perubahan ini penting untuk membentuk
strategi, posisi dan artikulasi gerakan agraria dan ling-
kungan setelah pergantian abad ke dua puluh satu. Pada
431

