Page 594 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 594

GERAKAN AGRARIA TRANSNASIONAL

            yangkhas, penduduk pedesaan  bergurau bahwa sementara
            gaji ‘naik turun di kota-kota besar’, di pedesaan hanya ada
            ‘ harga naik, pajak, dan biaya-biaya’ (Goodspeed 1993, 2F;
            Poole 1993, 10).
                 Seiring  situasi pedesaan yang memburuk pada
            dekade dari tahun 1985 hingga tahun 1995, muncul sebuah
            ‘populasi mengambang’ lebih dari 100 juta petani yang
            sangat miskin. Hal itu terungkap dalam relief  dampak dan
            konsekuensi aktual yang tegas dari jalur pembangunan
            pedesaan yang berpusat  pada perkotaan . Pada tahun 2003,
            angka ini membengkak hingga 150 juta dan termasuk seba-
            gian besar dari puluhan juta petani yang telah kehilangan
            tanah mereka karena penyitaan ilegal atau dengan
            kompensasi yang kurang (Greenfield dan Leong 1997,100;
            ‘An Overview of Unemployment 2003’ 2004; Yardley
            2004). sebagian besar anggota populasi ini berhasil masuk
            ke  kota, ke zona-zona pembangunan dan ke daerah-daerah
            suburban di wilayah pesisir untuk mencari kerja. Meskipun
            jutaan pekerja industri di-PHK di pertengahan tahun 1990-
            an, pekerja migran desa yang miskin dan yang tak berpunya
            menjadi tenaga kerja yang lebih disukai oleh industri  ek-
            spor yang sedang berkembang dan industri konstruksi. Di
            mata para majikan, mereka lebih penurut  sekaligus lebih
            mudah dieksploitasi, karena di kotamereka tidak memiliki
            status resmi dan diperlakukan dengan hina sebagai warga
            negara kelas dua, sementara di pabrik mereka bekerja tanpa
            kontrak atau perlindungan hukum demi  upah yang sangat
            rendah (Li 1993;Solinger 1999; Yu 1994). Uang pemba-
            yarannya, mereka kirim ke desa untuk membantu anggota
            keluarga yang tersebar di sana, tetapi seiring kondisi
            pedesaan terus memburuk tidak hanya seorang laki-laki
            (atau wanita) lajang namun seluruh keluargasemakin
            banyak yang semakin banyak berhasil masuk ke kantong-
            kantong perkotaan . Para pengusaha juga semakin sering
            menggunakan taktik menahan upah para buruh migran


            580
   589   590   591   592   593   594   595   596   597   598   599