Page 595 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 595
Dari yang Tersembunyi sampai yang Terbuka
sebagai alat untuk mengendalikan mereka (mengingatkan
pada praktek ‘perbudakan’ (baosheng) sebelum revolusi
Cina), membuat hidup lebih sulit baik bagi keluarga yang
telah bermigrasi maupun anggota keluarga di daerah
pedesaan yang bergantung pada kiriman uang. Berdasarkan
perkiraan resmi, di awal tahun 2005 upah yang belum
dibayarkan mencapai hingga 12 milyar dollar Amerika
terhutang pada pekerja migran pedesaan (Chan 2005b, 1).
Jadi hal tersebut mengakar dalam proses-proses yang
memiskinkan dan memaksa penduduk pedesaan untuk
meninggalkan daerah pedesaan, kemunculan Cina yang
disebut dunia sebagai bengkel dunia sangat berhubungan
dengan penciptaan platform buruh murah bagi kapitalisme
global (Chan 2006, 3).
Akhirnya, dalam beberapa tahun terakhir masuknya
Cina ke WTO telah memperparah masalah pedesaan.
Setelah bergabung dengan organisasi ini pada tahun 2001
pemerintah memotong tarif rata-rata pertanian dari 54
persen menjadi 15,3 persen, dibandingkan dengan tarif
rata- rata dunia sekitar 62 persen. Menurut Menteri
Perdagangan Bo Xilai: ‘Belum pernah ada satupun anggota
dalam sejarah WTO yang telah membuat pemotongan
sebesar itu [dalam hal tarif] dalam waktu yang sangat
singkat ‘(Chan 2006, 2). Untuk meningkatkan akses bagi
para pabrikan terhadap negara maju dan, mempertahankan
laju pertumbuhan , para pemimpin Cina tampaknya sekali
lagi bersedia mengorbankan pedesaan. Pada tahun 2004,
Cina mengalami defisit perdagangan pertanian sebesar US
$ 5,5 miliar akibat lonjakan impor. Impor kapas sendiri
meningkat 175 kali lipat, dari 11.300 ton pada tahun 2001
menjadi 1,98 juta ton pada tahun 2004. Bagi para petani
kapas China dan petani lain(terutama mereka yang
menanam kacang kedelai dan tebu) hasil ini sungguh
menyengsarakan. Sebagai contoh, Oxfam Hong Kong pada
tahun 2006 melaporkan bahwa impor kapas murah AS ke
581

