Page 647 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 647
Dimana Tidak Ada Gerakan
rendah, dikompensasikan oleh kepercayaan dalam superio-
ritas moral mereka ‘ (Fernando 1982, 130).
Identitas ini bisa berdampingan dengan otoritas pusat,
setelah didominasi oleh kerajaan Burma dan kemudian
oleh kolonialis Inggris, selama bentuk kedaulatan tradi-
sional Asia masih berlaku, dengan kata lain otoritas pusat
hanya mengontrol wilayah terbatas di dalam jangkauan
pusat kekuasaan, sambil dengan senang hati mengum-
pulkan upeti atau menetralkan ruang ‘bukan-negara’ yang
semakin jauh menyimpang (Scott 1998, 185-7). Akan tetapi
sejak kemerdekaan Burma pada tahun 1948, negara yang
tersentralisasi semakin berusaha untuk memaksakan
kedaulatan teritorial atas seluruh geografi ‘Burma’, yang
mengarah pada konflik langsung dengan orang Karen dan
penduduk desa lainnya yang terbiasa untuk melaksanakan
pengaturan lokal atas urusan mereka sendiri (Malseed 2006,
10). Akibatnya adalah konflik masyarakat-negara meram-
bah ke militer negara menghadapi spektrum perlawanan
mulai dari orang sipil yang tidak-kooperasi yang tersebar
untuk mendukung secara aktif dan ikut serta dalam pasu-
kan perlawanan bersenjata Karen.
Perlawanan bersenjata segera dimulai setelah kemer-
dekaan Burma pada tahun 1948, termasuk pemberontakan
Komunis dan beberapa gerakan perlawanan bersenjata yang
dibangun di sekitar etnisitas dan pencarian kemerdekaan
atau otonomi. Pasukan militer merebut kekuasaan negara
pada tahun 1962 dan memegang kekuasaan sejak itu,
sambil menghadapi 20-30 kelompok perlawanan bersenjata
dalam satu waktu di berbagai daerah terpencil Birma yang
secara etnis bermacam-macam. Pada tahun 1988 rezim
membubarkan dengan kekerasan demonstrasi kaum urban
pro-demokrasi, kemudian membatalkan pemilu yang
diselenggarakan dua tahun kemudian. Pemberontakan
komunis meledak dan menjadi tentara etnis Wa pada tahun
633

