Page 463 - Kembali ke Agraria
P. 463
Usep Setiawan
Secara konsepsi, pembangunan pertanian model food estate
bertumpu pada kekuatan modal besar dengan penguasaan tanah
dan pengusahaan skala luas. Umumnya, pendukung food estate
menganggap pertanian rakyat tak bisa diandalkan karena tanahnya
terlampau sempit. Pertanyaannya, kenapa pemilikan dan pengua-
saan tanah kaum tani tak ditingkatkan terlebih dahulu? Dengan
begitu, petani punya luasan tanah yang memadai dengan usaha tani
yang ekonomis sebagai penyangga utama penyediaan pangan.
Pemikiran yang menganggap food estate sebagai jalan cepat mewu-
judkan ketahanan pangan dengan mengabaikan ketimpangan
struktur agraria menjadi pertanda masih kuatnya pragmatisme dan
kapitalisme dalam pembangunan pertanian kita.
Menurut hemat penulis, model pertanian yang dikembangkan
mestilah tunduk pada kepentingan pokok kaum tani sebagai aktor
utama pertanian. Segala arah dan bentuk kebijakan mestilah diukur
oleh sejauh mana kaum tani kita diuntungkan atau sebaliknya.
Arah dan haluan baru
Agenda penataan keagrariaan, termasuk dan terutama penataan
pemilikan lahan pertanian pangan mestilah jadi program pokok yang
didahulukan sebelum peningkatan produktivitas pangan. Pening-
katan produktivitas pangan tanpa dilandasi keadilan pemilikan dan
penguasaan tanah pertanian berpotensi besar membiarkan ketidak-
adilan, ketimpangan, dan pengisapan atas petani sebagai produsen
bahan pangan.
Dalam konteks penyediaan tanah untuk food estate, ini disinyalir
akan menuai konflik agraria yang lebih meluas. Idham Arsyad (KPA,
2010) memprediksi, perampasan tanah ini tidak hanya akan menim-
bulkan konflik agraria yang makin intensif, tetapi dalam jangka pan-
jang bakal terjadi pembunuhan petani dan dunia pedesaan secara
sistematis. Perlu kemauan politik pemerintah untuk mengurangi bah-
kan menghilangkan petani gurem melalui program politik ekonomi
bernama pembaruan agraria. Ini merupakan mekanisme penataan
444

