Page 467 - Kembali ke Agraria
P. 467

Usep Setiawan

            untuk menjamin ketahanan sosial masyarakat, termasuk apa yang
            mereka pikirkan tentang sejahtera dan mengutamakan kembali cara
            komunitas untuk menjaga kehidupan bersama.
                Sementara itu, Prof. Maria S.W. Sumardjono (Guru Besar Hukum
            Agraria UGM) memandang pentingnya komitmen pemerintah dan
            lembaga legislatif untuk melakukan sinkronisasi antarberbagai pera-
            turan perundang-undangan sektoral dengan berlandaskan pada prin-
            sip “hukum sebagai suatu sistem.”
                Selanjutnya, Sumardjono merekomendasikan perlunya kejelasan
            instansi yang berwenang untuk mengoordinasikan kebijakan di bi-
            dang sumber daya alam dan implementasinya. Secara khusus, dewa-
            sa ini masih ditunggu cetak biru politik hukum pertanahan nasional
            yang akan memberikan arah bagi pembangunan hukum pertanahan
            nasional ke depan untuk mengacu pada UUD 1945, UUPA, UU RPJM,
            dan lain-lain.
                Terakhir, Prof. Robert M.Z. Lawang (Guru Besar Sosiologi UI)
            menawarkan pikiran sosiologis untuk pembangunan yang butuh
            alternatif habitus baru. Lawang menyadari bahwa sosiologi pedesaan
            tidak antikebijakan pemerintah yang memperhatikan skala
            pembangunan ekonomi makro, tetapi tak setuju kalau kebijakan
            tersebut mengabaikan pembangunan ekonomi mikro di pedesaan.
            Cendikiawan perlu memihak negara dan rakyat tanpa memihak salah
            satunya.
                Menurut Lawang, kita harus menyusun habitus baru yang tak
            mengganggu NKRI, tapi juga memberi peluang kepada orang desa
            untuk berkembang sesuai struktur sosialnya, agar jadi struktur alter-
            natif. Dibutuhkan konsistensi dalam menatap masa depan bangsa.


            Kampung dan kampus
                Penulis memandang pentingnya pertemuan dan kolaborasi kritis
            tiga aktor utama pembangkit reforma agraria, yakni akademisi, birok-
            rasi, dan aktivis. Melalui kearifan, para akademisi kita dapat mema-
            hami situasi dan kondisi agraria di lapangan secara relatif lebih jernih,


            448
   462   463   464   465   466   467   468   469   470   471   472