Page 473 - Kembali ke Agraria
P. 473

Usep Setiawan

            nuhan kebutuhan manusia dan ekosistem secara adil, layak, dan
            berkelanjutan. Keseimbangan fungsi sosial, ekonomi, dan ekologi
            dianut oleh gerakan SPP.
                SPP telah melakukan kajian mendalam atas sistem keagrariaan,
            termasuk kehutanan, yang ada di Jawa Barat (2005). Perencanaan
            dan penunjukan kawasan hutan tahun 1905 sampai 1933 dasar
            klaimnya adalah tanah negara yang berbentuk hutan di Jawa Barat
            telah diklaim Perhutani. Berdasarkan perencanaan tahun 1972, pe-
            nunjukan atas perencanaan hutan tak sesuai lagi dengan kondisi
            sekarang, karena luasan tanah pada waktu itu sangat luas, sedang-
            kan tingkat kebutuhan dan jumlah penduduk masih sangat sedikit.
                Dalam hal fungsi hutan, Perhutani lebih berorientasi pada profit
            dan jenis tanamannya ialah komoditas yang memiliki keterbatasan
            masa tebang. Perhutani selama ini tak berhasil menjaga pemulihan
            fungsi hutan dan menyebabkan masyarakat sekitar jadi tersingkir.
            Fakta di lapangan menunjukkan, angka kemiskinan di sekitar wilayah
            Perhutani sangat tinggi. Di sekitar 43.000 desa di Jawa, sekitar 70
            persen masyarakat yang tinggal di sekitar hutan kondisinya miskin.
                Selama ini, program kehutanan yang dilakukan, termasuk
            program pengembangan ekonomi sosial maupun pengelolaan hutan
            bersama masyarakat (PHBM) yang bersifat project oriented, telah
            menempatkan rakyat tetap pada posisi subordinat yang terpinggir-
            kan. Perhutani bertanggung jawab terhadap dampak pemiskinan,
            konflik, dan kerusakan lingkungan di kawasan dan sekitar kawasan
            hutan Jawa.
                Adapun alas hak atas tanah yang selama ini diklaim Perhutani
            juga tidak kuat. Merujuk UU No 41/1999, tidak ada satu pasal pun
            yang menyebutkan Perhutani sebagai pemilik tanah kawasan hutan.
            Klaim Perhutani yang dalam argumentasinya selalu berdasarkan be-
            rita acara tata batas (BATB) tahun 1929 sebagai dasar klaim dan alas
            hak (title), seharusnya direvisi minimal 10 tahun sekali. Sampai saat
            ini, Perhutani belum pernah merevisinya sekali pun.
                Yang perlu dievalusi ialah pembenaran legalitas penguasaan


            454
   468   469   470   471   472   473   474   475   476   477   478