Page 160 - Tanah Hutan Rakyat
P. 160
Tanah Hutan Rakyat 147
tak terpisahkan antara aspek sosio-ekonomi dengan aspek
sosio-ekologi. Dalam bahasa sehari-hari mindset sosial ini
seolah-olah menyatakan, bahwa tidak mungkin membangun
kesejahteraan bila konservasi diabaikan. Dengan kata
lain, tidak mungkin membangun kondisi sosio-ekonomi
masyarakat, ketika sosio-ekologi diabaikan.
Sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kesejahteraan
dalam frame konservasi tanah, maka pada sela-sela tanaman
albasia ditanami tanaman lain, yang dianggap dapat memberi
penghasilan secara berkala bagi masyarakat. Pada awalnya
di sela-sela albasia ditanami kopi, yang dapat dipanen
setelah berusia 2,5 tahun. Tetapi ternyata harga kopi tidak
menguntungkan, karena seringkali harganya jatuh di saat
musim panen. Akhirnya perlahan-lahan masyarakat Desa
Kalimendong beralih menanam salak, untuk menggantikan
kopi. Walaupun begitu di masa-masa awal masih ada anggota
masyarakat yang menanam kopi di sela-sela albasia, karena
belum yakin salak akan memberi keuntungan. Namun seiring
“bergeraknya” waktu, dan seiring keuntungan yang diperoleh
anggota masyarakat yang menanam salak, maka lambat laun
tidak ada lagi anggota masyarakat yang menanam kopi.
Salak pada akhirnya menjadi tanaman pilihan masyarakat
Desa Kalimendong, yang ditanam di sela-sela pohon albasia
yang berada di atas tanah hutan rakyat. Tumbuhnya salak
di sela-sela pohon albasia beriringan dengan tumbuhnya
rencana masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan
dalam frame konservasi tanah. Masyarakat berkeyakinan,
bahwa kelak salak dan albasia yang ditanam di tanah hutan