Page 168 - Tanah Hutan Rakyat
P. 168
Tanah Hutan Rakyat 155
bahwa produksi salaknya akan diberi harga yang pantas oleh
pembeli. Harapan ini menjadi keyakinan, ketika masyarakat
mengetahui peran APHR, yang turut membantu memasarkan
salak selain memasarkan kayu albasia. APHR yang menjalankan
perannya secara profesional, membuat masyarakat nyaman
ketika berinteraksi dengannya. Tidak ada lagi pola-pola
interaksi yang hanya sekedar ritual, melainkan terus
dibangun pola-pola interaksi yang terkait langsung dengan
efektivitas dan efisiensi dalam memberikan keuntungan pada
masyarakat. Dengan kata lain salak bukanlah buah keramat
(numinous) bagi masyarakat, melainkan buah komersial yang
menjanjikan pendapatan yang baik.
Optimisme masyarakat atas hasil panen salak yang
diusahankannya, juga dapat difahami dengan menggunakan
perspektif “Empat Prinsip Pertanahan”, yang dicanangkan oleh
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada tahun
2004. Berdasarkan perspektif ini diketahui, bahwa tanaman
salak yang dikelola oleh masyarakat tergolong sebagai sumber
kemakmuran yang baru bagi rakyat (masyarakat). Oleh
karena itu, sudah selayaknya Kantor Pertanahan Kabupaten
Wonosobo mendukung masyarakat Desa Kalimendong yang
sedang memperjuangkan peningkatan kesejahteraannya.
Berbasis kesejahteraan dalam bingkai konservasi tanah,
selalu terbuka peluang bagi diwujudkannya tatanan kehidupan
bersama yang lebih berkeadilan, dalam pemanfaatan,
penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah. Kehidupan
bersama yang lebih berkeadilan merupakan konsepsi interaksi
sosial paling menguntungkan bagi semua elemen masyarakat,