Page 176 - Tanah Hutan Rakyat
P. 176
Tanah Hutan Rakyat 163
seperti ini, ternyata APHR belum mampu membangun sistem
pertanian yang utuh dalam kinerjanya. Hal ini dikarenakan
luasnya sistem pertanian yang harus dikelola, yang meliputi:
Pertama, subsistem pertanian hulu, seperti: mesin, peralatan
pertanian, dan pupuk; Kedua, subsistem pertanian primer,
seperti: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan,
peternakan, dan kehutanan; Ketiga, subsistem pertanian hilir,
seperti: industri pengolahan dan pemasaran hasil pertanian;
Keempat, subsistem jasa penunjang pertanian, seperti:
perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian, penyuluhan,
infra – struktur, dan kebijakan pemerntah.
Meskipun secara faktual sulit mewujudkan APHR,
yang mampu mengelola sistem pertanian yang terdiri dari
empat sub-sistem pertanian, tetapi secara teoritik hal ini
dimungkinkan apabila masyarakat berkenan mengembangkan
kapasitas dan kemampuan APHR. Berbekal sifat bijaksana
dan legalisme, APHR yang relatif terbatas dalam hal kapasitas
dan kemampuannya, berpeluang memiliki eksistensi yang
diakui dari generasi ke generasi. Hal ini diwujudkan ketika
pada satu sisi, APHR memperlihatkan sifat bijaksana, di mana
ia berupaya agar masyarakat dapat memenangkan kontestasi
kehidupan, melalui peningkatan kesejahteraan dalam frame
konservasi tanah dan hutan. Sementara itu, pada sisi lainnya,
APHR memperlihatkan legalisme yang dianutnya, di mana
ia berupaya agar masyarakat terhindar dari jebakan ijon para
tengkulak, yang akan membeli komoditas hutan rakyat.
Ritualisasi kinerja APHR tentu saja tidak selalu berjalan
tanpa kendala, karena luasnya cakupan sistem pertanian.