Page 21 - Menuju Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
P. 21

12     Menuju Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan
                    yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
             tanah milik individu ada dalam kenyataannya saat ini berarti awalnya
             tanah-tanah dimaksud berasal dari tanah ulayat. Namun hal ini tidak
             mungkin, karena  adanya konsep kedua,  yaitu  tanah  ulayat  tidak
             boleh dialihkan atau diberikan kepada pihak lain, selain ganggam
             bauntuik (hak pemakaian) oleh anggota suku atau kaum.  Dengan
             demikian, untuk mengetahui persebaran kepemilikan/penguasaan
             tanah  termasuk  tanah-tanah  ulayat  saat ini,  harus mendasarkan
             pada kedua konsep tersebut. Ringkasnya, jika kedua konsep tersebut
             dipertahankan,  maka di  Sijunjung  hanya akan ada  tanah  ulayat
             suku atau tanah ulayat kaum. Namun dalam kenyataannya saat ini
             terdapat tanah-tanah selain tanah ulayat.

                 Tanah menjadi unsur yang menentukan lembaga hukum adat
             yang sekaligus  mempengaruhi  marwah suatu  kaum  atau suku
             sekaligus memperlihatkan pola penguasaan, pemilikan, penggunaan
             dan  pemanfaatan  serta  perpindahan hak  yang baru.  Hakikatnya,
             tanah adalah kepunyaan anggota masyarakat hukum (kaum, suku,
             dan nagari) yang tidak boleh diindividualisasi. Antara hak perorangan
             dan hak ulayat sangat erat kaitannya bahkan tidak dapat dipisahkan
             satu sama lain sebagaimana konsep teori bola, yaitu mengembang
             mengempisnya hukum adat yang dikemukakan Ter Haar.
                 Tanah ulayat adalah warisan dari pendahulunya yang mendirikan
             nagari.  Tanah  tersebut bukan hanya kepunyaan kaum  yang  ada
             pada saat ini namun juga menjadi hak generasi yang akan datang
             dalam kaumnya.  Atas  dasar ini, hak  ulayat bagi  orang Sijunjung
             mengandung tiga dimensi yaitu:

                 a.  Dimensi sejarah, yaitu bahwa hak ulayat merupakan hak
                     atas tanah yang diperoleh turun temurun dari leluhur yang
                     mendirikan nagari;
                 b.  Dimensi sosial, yaitu hak ulayat merupakan hak yang sama
                     dari seluruh warga masyarakat hukum secara keseluruhan;
                 c.  Dimensi keberlakuan  atau  waktu, hak  ulayat bukan  saja
                     dari yang hidup sekarang, tetapi juga hak dari generasi yang
                     akan datang (sustainable development).
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26