Page 25 - Menuju Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
P. 25
16 Menuju Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan
yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
dan di dalamnya merupakan hak milik kolektif semua anggota
suku tertentu yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh
penghulu-penghulu suku (Pasal 1 angka 9 Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Barat No. 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya).
Ulayat suku dipimpin oleh mamak kepala suku (Datuk). Mamak
kepala suku dapat memberikan penggunaan dan pemanfaatan
bukan kepemilikan kepada anggota suku dengan istilah Ganggam
Bauntuak. Penyebaran suku-suku di Sumatera Barat tergantung
perolehan tanahnya, semakin ke daerah rantau, maka jenis-jenis suku
semakin heterogen (beragam) karena semakin ke daerah perkotaan,
potensi semakin banyak terjadi peralihan kepada pihak luar. Dengan
demikian terdapat tiga pola pemilikan tanah ulayat suku yaitu : 1)
14
masih tetap sebagai tanah ulayat suku, 2) saat ini penggunaan dan
pemanfaatan (bukan kepemilikan) sebagai Ganggam Bauntuak oleh
anggota suku, dan 3) sudah menjadi tanah ulayat kaum.
3. Menguatnya Tanah Ulayat Kaum
Tanah ulayat kaum adalah tanah pusaka yang dimiliki oleh kaum
yang berada dalam suatu suku tertentu. Tanah Ulayat Kaum adalah
hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam yang ada di
atasnya dan di dalamnya merupakan hak milik semua anggota kaum
yang terdiri dari jurai/paruik yang penguasaan dan pemanfaatannya
diatur mamak jurai/mamak kepala waris (Pasal 1 angka 10 Peraturan
Daerah Provinsi Sumatera Barat No. 16 Tahun 2008 tentang Tanah
Ulayat dan Pemanfaatannya).
Kaum adalah sekumpulan orang laki-laki dan perempuan yang
berawal dari seorang perempuan, terus berkembang dari generasi
pertama ke generasi kedua, ketiga, dan seterusnya tanpa dibatasi
oleh jumlah, waktu dan tempat tinggal. Kaum terbentuk secara
alamiah dan dibimbing oleh seorang mamak kepala waris sebagai
tali kendali agar kesatuan kaum dapat dipelihara dan berjalan baik
menurut aturan adat yang juga alamiah. 15
14 I Gusti Nyoman Guntur, Op. Cit.
15 Rosnidar Sembiring, Op. Cit. Hlm: 193.