Page 225 - Menuju Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
P. 225

216    Menuju Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan
                    yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
                 Proses litigasi juga memiliki kekurangan lain. Pertama, waktu
             yang dibutuhkan dalam proses peradilan relatif lama. Walaupun pada
             prinsipnya penyelesaian perkara melalui peradilan harus berdasarkan
             asas  peradilan  cepat  dan berbiaya murah,  pada kenyataannya
             pelaksanaan di lapangannya sulit. Hal ini dikarenakan apabila ada
             pihak yang merasa kurang puas dengan putusan pengadilan, maka
             diberikan kesempatan bagi pihak tersebut untuk melakukan upaya
             hukum yaitu banding melalui Pengadilan Tinggi (PT), kasasi melalui
             Mahkamah Agung  (MA),  dan pengajuan peninjauan  kembali
             (PK).  Kedua,  biaya  yang tidak terukur.  Proses  peradilan  dengan
             mekanisme yang telah ditentukan oleh perundang-undangan terikat
             dengan prosedur tertentu yang harus dilalui oleh para pihak yang
             berperkara dan seringkali membutuhkan proses yang tidak sebentar,
             sehingga  biaya  yang diperlukan  menjadi  tidak dapat diprediksi
             jumlahnya.  Ketiga, putusan peradilan  seringkali  tidak  dapat
             langsung dieksekusi. Hal ini terjadi apabila salah satu pihak merasa
             tidak  puas  dengan keputusan hakim,  sehingga melakukan  upaya
             hukum yang mengakibatkan putusan hakim tidak dapat dieksekusi
             sampai keluarnya putusan peradilan yang terakhir dari upaya hukum
             tersebut.  Keempat,  putusan  peradilan  seringkali diwarnai  dengan
             campur tangan pihak lain yang sifatnya non yuridis yang berdampak
             pada diragukannya  putusan  peradilan dalam  mencari  keadilan
             dan kepastian hukum. Terkadang dalam  pengambilan keputusan,
             pertimbangan non  yuridis menjadi  lebih  dominan  dibandingkan
             pertimbangan  yuridis.  Hal  tersebut membuat masyarakat  apriori
             terhadap putusan peradilan yang dikeluarkan.

                 Secara garis besar, sengketa pertanahan dapat terbagi menjadi
             sengketa perdata, sengketa pidana, sengketa administratif, sengketa
             yang terkait dengan pendaftaran tanah, penjaminan, pemanfaatan,
             penguasaan, transaksi dan tanah adat atau ulayat. Tanah merupakan
             hal yang mendasar dan sifatnya sensitif bagi rakyat. Oleh karenanya,
             negara  sudah  seharusnya  memberikan  perlindungan  kepada
             rakyat apabila  terjadi  permasalahan atau  sengketa  mengenainya.
             Salah satunya  adalah  kasus sengketa  perdata  pertanahan  yang
             terjadi antara subyek hukum baik yang terjadi antar perseorangan,
   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230