Page 24 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 24
Pendahuluan 5
terkenal dengan sebutan “Mafia Berkeley,” melucuti visi
sosialis Sukarno, termasuk agenda land reform. Sejak awal
kekuasaan Suharto, para teknokrat itu berperan besar
mengintegrasikan (kembali) ekonomi Indonesia ke dalam
sistem kapitalis dunia (Simpson 2008, 2009), termasuk
dengan menjadikan Indonesia sebagai negara penghutang,
kelompok sasaran dari badan-badan keuangan dan
pembangunan dunia, termasuk International Monetary
Fund (IMF), Bank Dunia, dan negara-negara Barat
pemberi hutang internasional. Pemerintah kemudian
meluaskan konsesi-konsesi pertambangan, penguasaan
negara atas tanah-tanah kehutanan, merevitalisasi
perkebunan, dan kemudian mengembangkan proyek-
proyek kawasan industri dan permukiman real-estate.
Dengan dana hutang dan asistensi teknis internasional,
Pemerintah pusat melancarkan program “revolusi hijau”,
yang bertujuan untuk memacu produksi beras.
Babak selanjutnya adalah kebijakan “tanah-untuk-
pembangunan”, yang berpokokkan pembebasan tanah
yang disponsori pemerintah untuk melayani proyek-
proyek milik pemerintah maupun swasta di sektor
pertanian, agro-industri, industri, dan perumahan.
Pemerintah pusat memanipulasi pengertian “fungsi sosial
atas tanah” sebagai legitimasi mendukung kebijakan
“tanah-untuk-pembangunan” ini. Setelah itu, di tengah
tahun 1990-an Badan Pertanahan Nasional (BPN)
menginisiasi program “mempercepat pembentukan pasar
Suharto merebut posisi Presiden untuk berkuasa selama tiga
puluh dua tahun sejak tahun 1967 di Sumatera, Jawa, Bali dan
Nusatenggara. Ratusan ribu orang telah dibantai dan
puluhanribu lainnya disiksa dalam penjara tanpa putusan
pengadilan. Hal itu membentuk trauma yang mendalam dan
melekat di ingatan penduduk di pedesaan Jawa selama puluhan
tahun, dan berhasil mencegah munculnya aspirasi dan protes
agraris (Cribb 1990, 2001, 2002).