Page 27 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 27
8 Land Reform Dari Masa Ke Masa
yang murah (Gordon 1982, 2001). Berdasarkan UU
Agraria 1870 berbagai hak konsesi perkebunan diberikan
kepada perusahaan asing untuk memanfaatkan tanah-
tanah milik negara. Para pekerja dimobilisasi dan
dipekerjakan secara paksa oleh pihak perkebunan. Setiap
gerakan protes yang mencoba untuk melawan praktek
ini - sebagian besar dari mereka mengambil jalan
radikalisme millenarianistik – direpresi dengan kekerasan
oleh rejim kolonial Belanda di Jawa pada abad sembilan
belas dan awal dua puluh (Kartodirdjo 1972, 1973, 1984). 7
Singgih Praptodihardjo (salah satu perumus UUPA
1960) berpendapat bahwa sifat dari sistem hukum
agraria di jaman kolonial adalah untuk melayani modal
asing dengan segala cara. Mengutip pendapat Eric Jacoby
yang ditulisnya di Agrarian Unrest in Southeast Asia, 8
Praptodihardjo berpendapat:
“(p)erkembangan modal-asing, sekali lagi:
perkembangan modal asing, yang menjadi pokok
tujuannya. Perlindungan kepentingan rakyat tidak
lepas dari maksud untuk kepentingan mereka juga.
Di dalam prakteknya perlindungan itu tidak
membawa manfaat, bahkan merugikan karena usaha
memperkuat perekonomian rakyat yang menjadi
tugas tiap-tiap pemerintah nasional, tidak dijalankan
semestinya oleh pemerintah kolonial” (1953:54).
Persepsi semacam itu tersebar di kalangan pemimpin
revolusioner yang berjuang untuk kemerdekaan politik
Indonesia, termasuk Sukarno, yang memahami
7 Pada abad sembilan belas dan awal dua puluh berbagai bentuk
gerakan protes petani melawan kuasa kolonial tidak hanya
berlangsung di Jawa, tapi juga di negare-negari terjajah lain di
Asia Tenggara. Lihat Jacoby (1961) dan Adas (1979).
8 Jacoby menulis “meskipun kebijakan kolonial Belanda telah
menjamin keberadaan rakyat pribumi sampai batas tertentu,
kebijakan tersebut telah menyudutkannya ke dalam suatu sektor
yang sangat terbatas dalam perekonomian Hindia Belanda” (Jacoby
1949:46; juga dikutip oleh Praptodihardjo 1953:54).