Page 28 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 28
Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga Demokrasi Terpimpin 9
kemerdekaan sebagai “jembatan emas“ dimana “(D)i
seberang jembatan, jembatan emas, inilah, baru kita
leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang
gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi” (Pidato Sukarno di
BPUPKI, 1 Juni 1945 dalam Bahar, dkk. 1995).
Jepang menduduki Indonesia di tahun 1942,
memenjarakan dan membunuh banyak pegawai kolonial
Belanda dalam proses ketika mereka mendirikan
pemerintahan militer yang fasis. Kebijakan politik agraria
pemerintahan Jepang dicirikan oleh upaya mereka untuk
memobilisasi dan mengendalikan rakyat, termasuk dalam
usaha produksi pertanian, untuk keperluan ekonomi dan
politik perang. Pemerintah memobilisasi rakyat pedesaan
di banyak desa-desa Jawa untuk menduduki tanah-tanah
partikelir, perkebunan milik asing, dan tanah hutan, dan
kemudian menggarap tanah-tanah tersebut menjadi lahan
pertanian. Sebagian besar rakyat desa Jawa pada awalnya
mendukung kebijakan ini, yang dianggap sebagai sebuah
awal balas dendam terhadap perampasan tanah dan
penindasan kolonial Belanda, namun kemudian mereka
menyadari bahwa hal ini adalah bentuk penindasan lainnya
karena mereka dipaksa harus bekerja dan menyerahkan
hasil kerja, makanan dan produk pertanian lain kepada
pemerintahan fasis militer Jepang (Tauchid 1952, Kurasawa
1988, 1993, Sato 1994, Eng 2008).
Jepang menyerah kepada tentara Sekutu pada 14
Agustus 1945. Sejumlah pemuda revolusioner memaksa
Sukarno dan Muhamad Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Belanda mempertahankan
9
klaimnya bahwa Indonesia masih menjadi wilayah
jajahan Belanda. Perang revolusioner melawan tentara
9 Sebuah penjelasan klasik mengenai dinamika politik di sekitar
nasionalisme dan revolusi Indonesia, lihat Kahin (1951). Untuk
peranan pemuda dalam revolusi, lihat Anderson (1972).