Page 33 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 33
14 Land Reform Dari Masa Ke Masa
dan ambisinya untuk radikalisasi massa Indonesia,
machtsvorming (pembentukan kekuatan), menuju revolusi
(Gunawan 1973).
Pada 17 Agustus 1960, sebulan sebelum UUPA
disahkan, Sukarno membuat sebuah pidato yang berjudul
“Laksana Malaekat yang Menyerbu dari Langit. Jalan
Revolusi Kita.” Ia menyebutkan sebuah rencana untuk
mengesahkan UUPA 1960, yang dianggap sebagai
“kemajuan paling penting dalam revolusi Indonesia.” Ia
mendefinisikan UUPA sebagai sebuah basis hukum untuk
perubahan revolusioner dalam hubungan-hubungan agraria
kolonial dan feodal. Ia menempatkan golongan petani,
bersama-sama dengan buruh, sebagai sokoguru revolusi.
Slogan-slogannya yang terkenal antara lain adalah “tanah tidak
boleh menjadi alat penghisapan”, “tanah untuk penggarap”,
“tanah untuk mereka yang benar-benar menggarap tanah”,
dan “Revolusi Indonesia tanpa land reform adalah sama saja
… omong besar tanpa isi.” Sukarno pun mengutip laporan
FAO tahun 1951 mengenai land reform bahwa “kerusakan-
kerusakan dalam struktur agraria, dan khususnya dalam
sistem kepemilikan tanah, menghalangi peningkatan standar
hidup dari petani gurem dan buruh tani, dan menghalangi
pembangunan ekonomi” (FAO 1951 sebagaimana dikutip
oleh Sukarno 1960:460-461).
Pemerintahan Sukarno percaya bahwa UUPA 1960 akan
memecahkan masalah-masalah agraria yang berasal dari
kebijakan kolonial dan sisa sisa feodalisme, dan akan
meletakkan fondasi bagi ekonomi nasional. Mereka percaya –
menggunakan kata-kata dari pakar land reform, Eric Jacoby:
... solusi dari permasalahan tanah adalah sebuah
persyaratan untuk perwujudan yang penuh atas
aspirasi-aspirasi nasional ... dan, sampai batas
tertentu, merupakan kunci untuk pembangunan
ekonomi dan sebuah re-organisasi masyarakat yang
bermakna (Jacoby 1961:253).