Page 37 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 37
18 Land Reform Dari Masa Ke Masa
perancang UUPA, menjelaskan bagaimana caranya
domein negara merusak sendi-sendi kehidupan rakyat
Indonesia:
Azas domein berkedudukan di atas hak rakyat atas
tanah; Azas domein memungkinkan tanah yang dihaki
oleh rakyat dapat dioper oleh orang asing (Inlandsche
Gemente Ordonanti), yang sebenarnya dilarang oleh
pemerintah Hindia Belanda sendiri untuk mencegah
… jangan sampai rakyat itu kehilangan tanahnya
(Sehingga mereka) harus dilindungi; Azas domein
juga di atas hak desa terhadap tanah, sehingga juga
mengenai tanah yang tidak dihaki oleh perseorangan,
seperti tanah hutan (Hal ini) memperkosa hak tanah
yang asli (Notonagoro 1972:71).
Para perumus UUPA 1960 juga berpandangan
bahwa dualisme antara hukum yang dipaksakan oleh
Barat dengan hukum adat “menimbulkan pelbagai
masalah antar golongan yang serba sulit, juga tidak
sesuai dengan cita-cita persatuan Bangsa; karenanya bagi
rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak
menjamin kepastian hukum.” (UUPA 1960, bagian
Penjelasan Umum; lihat juga Notonagoro 1972:108-
123). Supomo, satu tokoh sarjana hukum Indonesia yang
pertama-tama, menyatakan bahwa dalam lapangan
agraria, negara republik yang baru tidak membutuhkan
abad ketidak-adilan,” ia menuliskan bahwa jika alienasi hak-hak
tanah dengan tingkatan yang sama yang terjadi di Jawa
menimpa para petani Belanda, pemerintah secara keseluruhan
akan bangkit untuk melawan. Van Vollenhoven (1932, 1975)
berpendapat bahwa hukum adat, khususnya yang ia sebut
“besckicking recht” (hak untuk menguasai dan mengalokasikan
tanah-tanah adat di antara para anggota komunitas) yang
dimiliki oleh masyarakat adat harus diperhitungkan oleh
pemerintah bila pemerintah ini benar-benar berniat untuk
merancang kebijakan yang praktis dan adil. Untuk perdebatan
mengenai peran Van Vollenhoven dalam penemuan hukum adat,
lihat Burn (1989, 2004) dan Benda Beckman (2008, 2011).