Page 41 - Land Reform dari Masa ke Masa
P. 41
22 Land Reform Dari Masa Ke Masa
tersebut sebagai buruh tani atau buruh panen.
Kompensasi finansial bulanan selama seumur hidup
diberikan kepada mantan keluarga-keluarga
penguasa desa tersebut yang mengalami kerugian
akibat kehilangan tanah sebagai konsekuensi dari
program land reform skala kecil ini.
B. Penghapusan “hak-hak konversi” dalam wilayah
pemerintahan otonom di Yogyakarta dan Surakarta.
Bekas Kewilayahan Yogyakarta dan Surakarta
memiliki hukum agraria yang berbeda dengan
wilayah-wilayah lainnya di Jawa karena status
keduanya sebagai dua swapraja yang mempunyai lange
contracten (kontrak panjang) khusus dengan negara
kolonial. “Hak-hak konversi” ini, sebagaimana dijelaskan
oleh Gautama dan Harsono (1972:3-4) dan
Gouwgioksiong (1960:35-38), merupakan sekumpulan
hak untuk menggunakan tanah, buruh dan air yang
diberikan oleh sultan Yogyakarta atau Surakarta
kepada perkebunan-perkebunan milik orang Eropa.
Untuk berbagai konsesi berjangka waktu lima puluh
tahun ini, pihak perkebunan membayar uang sewa
tahunan kepada para Sultan. Setelah diterbitkannya
peraturan sewa tanah tahun 1884 dan 1906, pihak
perkebunan bisa mendaftarkan kesepakatan konsesi
mereka kepada kantor pencatatan pemerintah, dan
kemudian menggunakan dokumen tersebut sebagai
jaminan untuk mendapatkan pinjaman dari bank.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, sistem
tanah feodal, yang berdasarkan pada prinsip bahwa sul-
tan menguasai baik tanah dan rakyat (tenaga kerja)
yang hidup di wilayahnya, menjadi tak dapat
diterima. Melalui UU No. 5/1950, yang
mengamandir UU No. 13/1948, semua hak-hak