Page 24 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 24

Problematika Pemberian Hak atas Tanah Bekas HGU ...     7

            yaitu  akan  diberikan  hak  baru  kepada  rakyat.  Secara  sangat  jelas
                                                    5
            ketentuan ini memprioritaskan pada rakyat.
                 Dari  sisi  historis  persoalan  HGU  (erfpacht)  perusahaan
            perkebunan  ini  sebenarnya  telah  menjadi  ‘hal-hal  yang  belum
            selesai’  dalam  politik  agraria  Indonesia  sejak  dahulu.  Pada  masa
            pendudukan  Jepang,  perkebunan-perkebunan  Eropa  di  Indonesia
            diduduki rakyat, bahkan diperintahkan oleh otoritas pemerintahan
            militer Jepang yang ada di Indonesia untuk dikelola dan ditanami
            tanaman untuk kebutuhan perang. Di sela-sela itu, rakyat menana-
            mi  tanaman  pangan.  Kondisi  semacam  ini  melahirkan  psikologi
            massa  saat  itu,  bahwa  rakyat  diperbolehkan  menguasai  tanah
            perkebunan,  bahkan  menjadi  kesempatan  untuk  melakukan  re-
            klaim  (pengakuan  kembali)  tanah  perkebunan,  yang  bagi  mereka,
            notabene berasal dari tanah rakyat yang dirampas oleh perusahaan.
            Pada  masa  kemerdekaan,  persoalan  perkebunan  akan  diakhiri.
            Panitia  Agraria  pertama  kali  dibentuk  pada  tahun  1946  untuk
            merumuskan  hukum  tanah  yang  berpihak  pada  bangsa  Indonesia.
            Namun, perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949
            menyatakan  bahwa  bekas  perusahaan  perkebunan  Eropa  jatuh
            kembali  ke  pemegang  semula  (orang  Eropa).  Terjadi  protes  besar
            mengenai  hasil  KMB  tersebut,  sehingga  pada  awal  tahun  1950-an,
            lahir  tuntutan  untuk  memutuskan  secara  sepihak  perjanjian  KMB
            tersebut.  Tuntutan  itu  dilaksanakan  pemerintah,  sehingga  lahir
            pembatalan secara sepihak oleh Indonesia melalui Undang-Undang
            No.  13  Tahun  1956.  Isu  mengenai  sumberdaya  alam  (perkebunan)
            inilah  salah  satu  yang  mendasari  keputusan  politik  kedaulatan
            antara  dua  negara,  Indonesia  dan  Belanda.  Pada  gilirannya  pada
            tahun  1958,  pemerintah  bergerak  lebih  jauh  dengan  menerbitkan
            UU Nomor 86 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik
            Belanda di Indonesia.
                 Melalui  telaah  historis  di  atas  terlihat  nyata  bahwa  negara
            Indonesia menempatkan diri pada pihak rakyat Indonesia. Menye-

               5  Achmad Sodiki, “Kebijakan Pertanahan dalam Penataan Hak Guna Usaha
            untuk  Sebesar-besar  Kemakmuran  Rakyat”,  makalah  Seminar  Nasional
            Penanganan  dan  Penyelesaian  Konflik  Agraria  sebagai  Kewajiban  Konstitusi,
            diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jakarta, tanggal 13
            Maret 2012.
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29