Page 27 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 27
10 AN Luthfi, Dwi Wulan TA, Dian Aries M.
Utara; memerintahkan Tergugat II untuk mencabut Sertifikat Hak
Guna Usaha Nomor: 2 tanggal 13 Nopember 2003 terletak di Desa
Dolok Sinumbah, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Sima-
lungun, Surat Ukur Nomor 1/Dolok Sinumbah/2003/tanggal 11
Nopember 2003, luas 6.332,97 Ha atas nama PT. Perkebunan
Nusantara IV (Persero); menghukum Tergugat I, Tergugat II dan
Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya perkara. Salah satu
pertimpangan putusan adalah bahwa penerbitan Sertipikat HGU
7
melanggar asas-asas pelaksanaan Tata Pemerintahan yang baik.
Terdapat perbedaan mendasar antara ‘hak prioritas’ dalam
peristiwa-peristiwa khusus dan dalam konteks hukum adat. Apa
yang diuraikan di atas berbeda dengan ‘hak prioritas’ yang masih
melekat, dan dalam batas-batas tertentu diterima, pada pemegang
hak lama yang terkena kebijakan dalam peristiwa khusus seperti
kebijakan nasionalisasi perusahaan (UU Nomor 86 Tahun 1958),
penghapusan tanah partikelir (utamanya tanah usaha) (UU Nomor 1
Tahun 1958), dan tanah obyek Panitia Pelaksanaan Penguasaan
Milik Belanda (P3MB). Dalam konteks hukum adat, prioritisasi itu
(voorkeurs recht) justru untuk pengakuan (recognition) bagi
pembuka/adat. Sedangkan keberpihakan prioritisasi dalam Kepu-
tusan Presiden No. 32 Tahun 1979 dan Permendagri Nomor 3 Tahun
1979 ini bersifat korektif terhadap pihak perusahaan perkebunan
yang menguasai secara luas dan meninggalkan tanah.
Ulasan mengenai kebijakan prioritasasi ini tidak boleh lepas
begitu saja. Jika hak prioritas tetap dipertahankan, maka hal paling
mendasar adalah pada soal kepada siapa prioritas itu akan dibe-
rikan. Penelantaran tanah HGU oleh pemegang hak terjadi di
banyak tempat. Sebabnya dapat bermacam-macam. Dari sisi admi-
nistrasi, penelantaran itu dimungkinkan sebab tidak ada mekansime
verifikasi yang memadai (misal dari sisi kapasitas ekonomi dan
environment carrying capacity), dan evaluasi terhadap berlang-
sungnya produksi perusahaan HGU tersebut. Dalam kondisi
incapacity, maka perusahaan banyak menelantarkan tanah. Dalam
situasi semacam ini tentu ironis dan kontraproduktif jika masih
7 Putusan dapat diunduh di: http://putusan.mahkamahagung.go.id
/putusan/47e127985a08bc6412369314124348de