Page 63 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 63
46 AN Luthfi, Dwi Wulan TA, Dian Aries M.
semacam ini. Dengan posisi saat ini sebagai kementerian, maka
tidak tepat jika Kementerian ATR/BPN hanya akan menjadi pelak-
sana administrasi pertanahan.
F. Kesimpulan
Penelitian ini berangkat dari pertanyaan mengenai problematika
pelepasan eks-HGU PTPN II dan PTPN III (perusahaan BUMN) dan
prioritisasi pemberian hak berikutnya, serta proses pelepasan tanah
bekas HGU PT. London Sumatera serta kebijakan prioritas dalam
alokasi tanah tersebut.
1. Dalam kasus eks-PTPN II, secara singkat dapat kami simpulkan
bahwa:
a. Meskipun tanah seluas masih 5.873,06 ha eks-HGU PTPN II
yang tersebar di berbagai kabupaten ini telah dikuasai dan
diorientasikan untuk berbagai peruntukan (garapan masyara-
kat lama dan pendatang, penyesuaian dengan RTRW non-
pertanian, perumahan pensiunan karyawan, masyarakat Me-
layu, dan pengembangan USU), hal demikian belum dapat
dilaksanakan sebab secara formal belum ada ijin pelepasan
aset dari menteri BUMN.
b. Keberadaan itu menempatkan posisi BPN sebagai pihak yang
tidak memiliki kuasa, meskipun secara formal memegang
prinsip Hak Menguasai Negara. Tanah bekas HGU PTPN
tidak dengan sendirinya dapat menjadi tanah negara, namun
dianggap sebagai aset pemerintah daerah, yang peruntukan
berikutnya (termasuk pelepasannya) sangat tergantung pada
kementerian BUMN. BPN hanya (memilih) menempati posisi
sebagai pelaksana administrasi [ertanahan dengan mengelu-
arkan SK HGU atas tanah PTPN tersebut.
c. Kebijakan prioritas pemberian hak belum diberikan kepada
berbagai pihak pengguna tanah yang ada. Prioritisasi itu
sangat tergantung pada kebijakan pelepasan aset serta kebi-
jakan tata ruang pemerintah daerah propinsi.
2. Dari kasus II yakni Eks-HGU PTPN III, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.