Page 221 - Ayah - Andrea Hirata
P. 221

208 ~ Andrea Hirata


              JonPijareli mengucapkan menerima hampir tak terdengar,

          padahal kalau di panggung dialah orangnya.
              Sebenarnya, di mata hukum siapa pun bisa melakukan
          pikir-pikir, lalu banding, lalu kasasi, lalu peninjauan kembali.
          Istilah yang lazim dipakai tergugat umpama tak menerima
          putusan adalah pikir-pikir. Namun, Jon mengikuti saran peng-

          acara pro bono yang mendampinginya. Bahwa meski NATO
          turun tangan, kisruh antara Jon dan istrinya sulit ditengahi.
          Istrinya adalah seorang asisten apoteker, mungkin lama-lama
          agak susah untuk seiring dengan pola pikir seorang musisi.
              Dalam keadaan bingung dan gundah, Sabari menerima
          saran dari Tamat bahwa satu-satunya hal yang bisa dilaku-
          kannya adalah berpakaian serapi mungkin di hadapan ma-
          jelis hakim.

              “Lihatlah, penjahat  seberengsek  apa pun,  jika meng-
          hadapi Pak Hakim jadi macam anak baru masuk SD. Licin,
          pakai kopiah, tanpa dosa. Berpakaian rapi bukan hanya soal
          penghormatan pada hukum, pengadilan, dan majelis hakim,
          melainkan juga soal simpati.” Ukun menatap Tamat. Tak ha-

          bis pikir dia, bagaimana Tamat kian hari kian cerdas saja.
              Ukun dan Tamat mendampingi Sabari. Ketiga sahabat
          itu ke pengadilan agama macam orang mau kondangan.
              Sabari memasuki ruang tunggu dan terkejut melihat ba-
          nyak orang, tua muda, pria wanita, tampak kaya dan melarat,
          duduk di bangku-bangku panjang menanti giliran dipanggil.
          Macam-macam ekspresi mereka, ada yang sedih, ada yang
   216   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226