Page 69 - Ayah - Andrea Hirata
P. 69

56 ~ Andrea Hirata


              Yang akan kubayar nanti, lunas, sen demi sennya

              Kulihat sesekali kau melintas di muka rumahku, mencuri pandang
              Aku tahu, tak dekat jarak rumahmu ke rumahku
              188 tiang listrik paling tidak
              Namun, mana ada Romeo yang tak berkorban?
              Julietmu, Lena



              “Buka mata kalian lebar-lebar!” Sabari membentak
          Ukun, Tamat, dan Toharun. Sama sekali tak mencerminkan
          kata lemah lembutnya kemarin, sahabat sehidup semati, sejak
          dari susuan, dalam susah dan senang, makan sepinggan tidur
          sebantal kemarin.
              “S dengan dua huruf A, es a sa beh a ba er i ri! Sabari!
          Lihat baik-baik, siapa yang benar sekarang!? Aku apa kalian?!”

              “Tap, tap ...,” Ukun tergagap-gagap.
              “Tapi apa?”
              “Pasti kau mau bertanya soal tiang listrik itu, bukan? Ja-
          ngan cemas, sudah kuhitung, tepat 188 tiang listrik!”
              “Tapi, di Jalan  Padat Karya, kan, belum ada listrik?”

          sanggah Ukun. Jalan Padat Karya adalah lokasi rumah Sa-
          bari.
              “Benar, tapi hitung saja, jarak antartiang listrik rata-rata
          60 meter. 60 kali 188 hasilnya 11.280, dibulatkan jadi 12.000,
          dijadikan kilometer menjadi 12 kilometer, persis jarak antara
          rumahku dan rumah Lena. Maaf, Boi, ini puisi, bukan berita
          koran. Orang-orang kampungan yang tak bisa membaca per-
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74