Page 100 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 100
dan Bapak pasti terbebani karna semua ini. Ku putuskan
kembali ke kamarku.
Aku mencoba menghitung hasil daganganku. Hanya
mendapat untung sepuluh ribu. Tidak seperti perkiraanku.
Celengan bambuku sepertinya sudah penuh. Mungkin bisa
untuk membeli beras besok pagi. Setelah ku buka, ternyata
nihil. Tak ada sepeser pun uang yang bersarang di celenganku
ini. Isinya hanya kertas nasi dan surat kabar lama.
―Mana mungkin ini bisa terjadi?‖
―Maafkan Agus, Nak.‖ suara lirih Emak dari balik
pintu.
―Emak,‖ aku kaget mendengar suara Emak.
―Adik-adikmu membawa uang tabungan itu. Emak tak
bisa mencegahnya,‖ sambil menahan air mata yang mencoba
membongkar bendungan ketegaran Emak.
Aku hanya bisa diam menatap Emak. Malam ini seperti
terjadi angin topan yang membawa terbang Tejo dan Agus.
Hingga menghempaskan Emak dan Bapak. Kini tinggal
puingpuing yang tersisa. Tugasku mengambil dan
memperbaikinya. Tak terasa, Emak telah terlelap bersama
sisa kesedihan malam ini. Menatapnya membuah hati ini perih.
Tejo dan Agus telah pergi, tinggal Bapak yang belum ku
temukan selepas topan datang. Aku mencoba mencari di
seluruh ruang, tapi aku tak menemukannya. Mungkin Bapak
sedang mengaliri air di sawah.
Pukul tiga pagi aku bangun sambil menyiapkan bahan
untuk membuat arem-arem. Emak sepertinya belum bangun.
91
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

