Page 96 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 96
yang berjajar rapi di etalase ruang tamu. Dari sekian banyak
tumpukan buku, aku lebih suka dengan novel. Menurutku,
novel lebih menyenangkan untuk dibaca. Banyak yang bisa aku
banyangkan tentang kehidupan kota yang belum pernah aku
rasakan di desa. Seolah aku sedang berwisata bersama
anganku yang melayang.
Sekolah menjadi tempat yang menyenangkan untuk
mengesksplorasi diri, sebab pemandangan gubuk tempatku
berteduh tak memberiku fasilitas hotel. Hanya ada pintalan
benang laba-laba dan gerombolan rayap yang dapat ku lihat.
Gedung sekolah ini sungguh mewah untukku. Aku tak pernah
mengeluarkan sepeser pun uang untuk membangun gedung
mewah ini. Aku di sini hanya menumpang mencari ilmu-selagi
ini masih gratis. Emak dan Bapak juga sangat senang dengan
usahaku. Mereka berpesan jika aku harus melupakan deritaku
apabila sedang ada di sekolah. Aku juga menganggapnya
sebagai surga yang sedang ku nikmati saat ini.
Lamunanku terhenti saat tiba-tiba mejaku berbunyi oleh
hentakan tangan Sri. ―Hindun!‖
Hanya terdengar Sri memanggil namaku. Entah dia berbicara
apa padaku. Sampai dia kesal dan enggan mengulang
ucapannya. Sari juga tak menjelaskan apa yang dibicarakan
Sri. Si cerewet ini langsung menguci bibirnya rapat-rapat.
Sedikit ku goda, mungkin dia mau membuka mulutnya lagi.
Hanya ada satu jurus yang bisa aku gunakan untuk
mendesaknya.
87
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

