Page 99 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 99
biasanya Bapak pulang selarut ini. Sepertinya Bapak sangat
lelah dan tak mau diajak bicara. Tak lama, Tejo dan Agus
datang.
―Mbak, ada nasi?‖ tanya Tejo.
―Iya, Mbak. Aku sudah lapar. Hari ini aku capek
kerja,‖ tambah Agus.
―Malam ini belum bisa makan nasi. Mungkin besok pagi
baru bisa makan nasi, Dik.‖
―Alah… jangan alasan. Pak, aku pengen makan!‖ bentak
Tejo.
Bapak hanya diam dan melamun menghadap sawah.
Sedangkan Tejo dan Agus terus memakinya. Aku hanya kakak
perempuan yang tak bisa berbuat apa-apa ketika mereka
sudah mengamuk hanya karna kelaparan. Aku tahu, jika
mereka mau putus sekolah agar mereka bekerja. Mereka
masuk rumah dan memaki Emak dengan alsan yang sama. Tak
ada jawaban dari Emak dan Bapak. Mereka semakin
menjadijadi. Piring, gelas, panci, dan perabot rumah melayang
mengenai beton geribik. Marmer tanah juga telah basah oleh
air teh yang ku buat dalam ceret.
Dari kamar, ku lihat Emak sedang duduk mengenakan
mukenah putih kecoklatan. Aku mencoba meraihnya, ternyata
dia sedang mengadu. Dia bercerita tentang anak-anak dan
suaminya. Aku terdian dan mulai merintih merasakan
sesaknya derita Emak. Ku dengar Tejo dan Agus akan
meninggalkan rumah. Entah mereka akan pergi kemana. Emak
90
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

