Page 95 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 95
tumpangan. Syaratnya hanya satu, aku dan Sri harus
menyetorkan bukti prestasi. Dia begitu karena dia menyesal
tak melanjutkan sekolahnya. Aku memikul tanggung jawab
untuk membangun desa menurut Mas Oji. Seperti banyak
orang ketahui, desaku adalah sebuah desa yang menjadi
beban kabupaten. Banyak buruh pabrik, pekerja proyek,
bahkan pengemis dan gelandangan diproduksi desaku. Bagiku,
tak ada salahnya untuk bermimpi, toh itu semua gratis.
Terlihat dari jauh Sari sudah melambaikan tangan.
Gadis manis anak orang kaya. Ayahnya seorang kontraktor di
kota. Berbeda seratus delapan puluh derajat denganku yang
hanya anak buruh tani dan guru ngaji. Sebelum bel masuk
berbunyi, aku mampir ke koperasi siswa untuk menitipkan
daganganku pada Bu Amel.
―Hari ini dua puluh bungkus, Bu.‖
―Lho kok cuma dua puluh?‖ tanya Bu Amel.
Santai saja aku menjawabnya, ―Tidak ada modal
untuk mengembalikan daganganku seperti biasa, Bu. Hehe.‖
―Oh begitu. Ya sudah taruh di atas meja. Semoga
hari ini kau bisa balik modal, Ndun.‖
Aku mengangguk. Tak lama lagi bel masuk kelas
berbunyi. Aku, Sri, dan Sari langsung bergegas sebelum Pak
Yatno datang. Hari ini Matematika, Bahasa Indonesia, dan
Prakarya. Semua mata pelajaran kesukaanku. Apalagi Bahasa
Indonesia, karna Bu Indah sangat berbaik hati padaku untuk
meminjamkan yang dia miliki. Tak jarang aku berkunjung ke
rumahnya untuk sekadar membaca beberapa koleksi buku
86
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

