Page 94 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 94
menjemput, aku bersholawat. Sesekali menengok sekitar
barang kali Sri sudah datang.
―Boled…!‖
Terdengar suara yang tak asing dari balik punggung.
Benar saja, Sri sudah datang. Sama seperti aku, Sri juga
membawa baskom yang berisi gethuk buatan kakaknya.
―Pagi ini kau bawa berapa bungkus?‖ tanya Sri.
―Hari ini aku bawa lebih sedikit. Karna kemarin
daganganku tak habis, jadi aku tidak bisa balik modal.‖
―Semangat, Ndun. Mungkin kemarin kau belum
beruntung. Mungkin hari ini kau bisa beruntung.‖
―Iya, Sri. Semoga Allah selalu memberikan jalan
untuk kita mencari rezeki.‖
―Amin.‖
Tak lama setelah itu, nampak dari jauh terdengar
suara deru mesin tua. Sebuah harapan datang. Mas Oji sudah
tersenyum di balik kemudi, pertanda pagi ini dia sangat ceria.
Kumis lebatnya juga mendukung gambaran isi hatinya. Tanpa
basa-basi, aku langsung membopong baskom sambil
kujajarkan bersama tumpukan sayur dan hewan ternak.
Sejuknya udara pagi dan sisa pembungan knalpot bercampur
baur seperti hari-hari biasanya.
Menara jam di tengah kota telah menunjukkan pukul
enam pagi. Menyisakan tiga puluh menit untuk sampai di
sekolah. Aku memilih berjalan kaki dari pada harus
mengeluarkan uang. Mas Oji tak pernah menagih ongkos
padaku dan Sri. Mas Oji dengan cuma-cuma memberikan
85
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

