Page 157 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 157
Sesuatu dalam bayangannya, ia akan hidup di atas
permadani mewah, dimana ia menjadi ratu dan suaminya
menjadi seorang raja lalu anak-anaknya menjadi seorang
putri yang hidup tak berkekurangan sedikitpun. Meskipun ia
sadar tak akan ada keajaiban sehebat itu.
Langkahku kulanjutkan keluar dari pasar, kulanjutkan
menyusuri puluhan wanita-wanita hebat yang berjejeran.
Seiring langkahku semakin habis pula jejeran-jejeran wanita
dan kuteruskan memasuki lorong-lorong sempit gang,
berjalan memasuki gerbang sekolah. Kali ini aku belajar.
Seperti dimasuki roh Kartini saja.
***
Saat ini aku duduk di sebuah ruang penuh anak-anak,
cucu-cucu ibu-ibu pasar saat itu, salah satunya. Atau mungkin
anak-anak dari wanita-wanita perkasa lainnya. Satu anak
membacakan puisinya di depan dengan judul Pendidik Negeri.
Jika matahari berhenti menyinari, tak kan ada pagi
Tak kan ada nyayian ayam lagi
Jadilah buta negeri ini
Jadilah tuli negeri ini
Jika bulan tak lagi datang, tak kan ada yang namanya malam
Tanpa malam, tak kan terlihat pula bintang bintang cantik di
langit
Bagaimana bisa sebuah negeri tanpa malam
Jadilah hampa negeri ini
148
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

