Page 168 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 168
berangsur pergi dengan adanya suara tawa kecil dari dalam
sebuah kamar. Dari sana ia dapat mendengar suara-suara
gesekan pena dengan ketas, sandal dengan tanah, dan
kalimat-kalimat yang tidak asing baginya. Cekikikan tengah
malam itu sangat riang. Ia pun menjadi ingat sebuah waktu
yang terasa beku saat itu, tetapi kemudian leleh saat ini.
Sebuah kenang yang ia ingat-ingat agar tetap ingat. Untuk itu
ia bahkan merelakan sebagian ingatannya untuk mengingat
dengan secara tidak sadar melupakan apa yang telah lewat di
hari ini atau besok dan yang akan tiba. Suara-suara dari
dalam kamar masih saja riang dan bersemangat. Dirinya
sudah dingin dan bergelanyut tidak kuat. Di tengah-tengah
cekikik ia mendengar deru sungai, tawa-tawa beberapa
perempuan dan laki-laki. Hanyut ia dalam balutan tak kasat
mata melihat perempuan-perempuan sedang mencuci baju dan
anak-anak perempuan dan laki-laki berenang ke sana kemari.
Matahari tidaklah terlalu terik, angin pun arang bertiup. Ia
melihat lagi anak perempuan kecil yang tadi menangis ikut
berenang gembira.
Siut daun kelapa mengganggunya. Samudra di kejauhan
menjadi sunyi, selain adanya suara siut daun kelapa. Ia
melihat tapak-tapak kaki di pasir yang putih menjauh dari
tempatnya berdiri menuju ke barat. Punggung-punggung yang
berlari itu samar di matanya. Matahari tidak berada di mana
pun, apakah di timur, di barat, atau di tengah dan di
bagianbagian langit lainnya. Hanya gemawan yang merapat di
atasnya. Tetapi samudra masih membius. Tidak akan ada yang
159
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

