Page 173 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 173
―Apa alasanmu mengekangku. Aku yang telah
membesarkanmu sehinggga dirimu bisa tampil layaknya orang
Jawa sesungguhnya.Kamu lebih beruntung dari yang lain dan
ayah peringatkan jangan membuat darah ini naik,‖ jawab
Menata Imbon yang duduk bersama istrinya. Ngemot segera
beranjak dari tempat duduknya menghampiri putrinya.
Berusaha membujuk Srinthil agar menyetujui apa yang
diinginkan ayahnya. Toh semua yang dilakukan ayahnya demi
kebaikan Srinthil. Ngemot menghapus air mata Srinthil yang
membasahi pipi. Tidak tega rasanya membiarkan putrinya
harus diasingkan dan dididik oleh wanita lain. Begitu juga
Srinthil yang berusaha dengan segala cara agar pertemuan
yang dihadiri seluruh anggota keluarga dimenangkan olehnya.
―Tidak ingatkah ayah,‖ tutur Srinthil dengan halus,
‖Ingatkah ayah dengan kang mas Puthur Kuning? Ayah
besarkan dengan kasih sayang yang sama sewaktu Srinthil
masih kecil tanpa membedakan Srinthil dengan kang mas
Puthur. Tapi, sekarang ayah telah membelah perbedaan itu
sangat jauh sehingga Srinthil tidak bisa membedakan mana
samudra dan mana laut itu,‖ tegas Srinthil yang masih
meneteskan air mata.
―Kang Mas Imbon mengertilah duka putrimu,‖ sahut
Rigen seorang abdi kinasih yang dari tadi berdiri di
pelawangan pintu. Semua harus diputuskan hari itu juga tanpa
berfikir mana yang disakiti atau tersakiti. Imbon yang harus
melaksanakan tugas sebagai orang tersohor duduk dengan
164
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

