Page 178 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 178
‖Sia-sia sudah tadi dirimu tidak bisa membuat jengkel
orang-orang itu. Tapi aku harus akui dirimu begigu puitis,‖
sahut Glidig dengan tertawa.
Hari-hari yang dilewati Srinthil jauh dari rasa bahagia.
Ia membenarkan bahwa ibu asuhnya begitu menyayangi
seperti anak kandung. Tetap saja rasa sayang yang diberikan
Beras tidaklah sebanding dengan ibunya sendiri. Sudah 100
hari Srinthil berada dalam asuhan Beras tanpa ada kabar-
kabar dari keluarganya.Dengan sengaja Srinthil
merencanakan siasat agar Beras memarahinya dan
memulangkan dirinya kepengkuan ibunya. Srinthil
malasmalasan merawat bunga-bunga yang ada di taman
sehingga ada bunga yang mati. Tidak mengapa bunga itu mati.
Dari situlah kamu bisa belajar cara merawat dengan baik. Ibu
mengerti bahwa kamu mencintai bunga-bunga di sini seperti
kamu menyayangi para makhluk di muka bumi ini. Ingatan
Srinthil masih tidak percaya apa yang dikatakan ibu asunya
kemarin. Semua rencananya ternyata sia-sia sudah. Rencana
yang sudah kesekian kalinya harus pupus harapan untuk
kembali kerumahnya.
Srinthil duduk di teras membaca buku. Kaca mata yang
dipakainya serasa kebesaran yang menambah pusing.
Glidig duduk di sebelahnya.
―Kamu itu ngapain? Membaca atau ngurusin kaca mata.‖
―Mas Glidig kurang kerjaan ya, selalu menggangguku.‖
169
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

