Page 17 - Perempuan Yang Ingin Membeli Masa Lalu
P. 17
Kak Zati, Kak Wibowo tidak pernah mau berpendapat jika
ada Ibu.
Mata elang Ibu menatap kami sebentar-bentar. Aku
menangkap bahwa Ibu membutuhkan bantuan. Kemudian aku
angkat bicara.
―Aku tidak merestui sebelum Kak Ineke lulus kuliah.‖
―Meski Ibu memaksa aku untuk kuliah, tapi aku tetap tidak
akan kuliah,‖ mata Ineke tajam menghunus mataku.
―Pikiran setan!‖
Meski tahu bahwa ucapanku terlampau kasar, tapi aku tidak
menyesal sedikit pun. Yang aku sesali kemudian adalah karena
aku tidak ikut musyawarah keluarga sampai selesai. Dan pada
akhirnya yang aku tahu adalah Ineke menikah satu bulan
kemudian. Aku tidak muncul di pesta pernikahan Ineke, aku
memilih mengurung diri di kamar selama berhari-hari.
Setelah Ineke menikah, ia ikut suaminya. Dan ketika rumah
sepi, aku baru mau keluar dari kamar. Aku mendekat kepada
Ibu yang sedang menjahit. Wajah Ibu tampak sangat tua
pada jam-jam ia bekerja. Rambutnya yang mulai
menampakkan uban terlihat sedikit berminyak.
―Bagaimana hasil semedimu?‖ Ibu tersenyum dan terkekeh.
―Tambah sakti,‖ ucapku asal, Ibu tertawa.
―Jangan musuhi seorang kakak.‖ aku mengangkat kedua
bahuku ketika Ibu memberi petuah begitu.
Aku tidak bisa membayangkan jika waktu itu aku
mengiyakan ucapan Ibu. Karena sampai hari ini pun, aku belum
bisa berdamai dengan Ineke. Dia adalah kakak yang paling
8
Antologi Cerpen PEREMPUAN YANG INGIN MEMBELI MASA LALU

